Rabu, 01 April 2015

Proses Perkembangan dan Terjadinya Alam Semesta Menurut Filasafat Sankhya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Apa tujuan Tuhan mencipta kehidupan kalau pada akhirnya semua mencapai moksha? Di dalam kitab suci berbagai agama besar tidak penjelasan mengenai “mengapa” Tuhan menciptakan alam semesta? Hanya dikisahkan “bagaimana” alam semesta diciptakan. Jawaban atas pertanyaan “mengapa” biasanya diberikan oleh para teolog atau filsuf dengan menafsirkan lebih tepat menerka-nerka “pikiran” atau “kehendak” Tuhan. Ada yang mengatakan Tuhan menciptakan alam semesta sebagai habitat manusia, agar ada yang memujaNya. Tetapi apakah Tuhan gila hormat sehingga perlu menciptakan manusia untuk memujanya? Seperti kita menciptakan robot agar ada yang menyembah kita? Ada yang mengatakan Tuhan menciptakan alam semesta sebagai cermin, agar melalui alam itu Tuhan dapat melihat dirinya. Tetapi apakah Tuhan perlu cermin untuk mengetahui diriNya, seperti kita perlu cermin untuk berhias? Bukankah Tuhan Mahatahu? Ada yang mengatakan Tuhan mencipta karena kasihnya. Bila penciptaan karena alasan kasih, mengapa ada penderitaan di dunia ini? Ada yang mengatakan Tuhan mencipta karena keniscayaan atau keharusan.
Agama Hindu mengatakan hakikat Tuhan adalah mencipta, memelihara dan melebur (utpeti, stiti, prelina). Brahman berasal dari kata “brh” yang artinya berkembang, meluas. Ini mengandung prinsip aktif dan dinamis, yang terwujud dalam tindakan mencipta, memelihara dan melebur itu. Semua tindakan itu sebagai “lila” atau permainan bahagia, karena proses mencipta itu sendiri menimbulkan kebahagiaan (sat chit ananda). Menciptakan satu puisi, satu lukisan, satu patung, satu manusia adalah kebahagiaan baik selama prosesnya maupun setelah berhasil. Dengan kata lain, Brahman adalah “Ada”  yang tertinggi (supreme being), karena prinsip aktif dan dinamis itu, Dia menciptakan  ada-ada yang lain (being).
1.2  Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah : bagaimana proses perkembangan dan terjadinya alam semesta menurut filsafat Sankhya?, bagaimana teori pengetahuan Sankhya?, mengapa Tuhan tidak ada dan bahwa prakriti adalah merupakan alasan yang cukup karena itu suatu dunia objek-objek?

1.3  Tujuan Penulisan
Sebagai pandangan untuk mengetahui tentang aliran filsafat Sankhya yang penekanannya pada proses terjadinya alam semesta. Sehingga dengan mudah mengetahui asal-usul terjadinya alam semesta. Demikian pula, kita sebagai umat Hindu senantiasa untuk mengetahui filsafat Sankhya dan terus  menambah wawasan sebagai bekal kehidupan dikemudian hari.

1.4  Manfaat Penulisan
a.       Bagi Mahasiswa, pembahasan ini akan bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan tentang filsafat Sankhya.
b.      Bagi Kampus, pembahasan ini bisa digunakan sebagai dokumen yang nantinya bisa disimpan di perpustakaan dan itu akan memungkinkan bagi para pembaca untuk memahami betul tentang filsafat Sankhya.
c.       Bagi Masyarakat, pembahasan ini akan memberi penjelasan tentang filsafat Sankhya dan memberi pengetahuan tentang proses terjadinya alam semesta ini

1.5  Metode Penulisan
Penulis mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan filsafat Sankhya dan proses evolusi alam semesta dari Perpustakaan, Media Informasi (Internet), Observasi dan wawancara terhadap masyarakat yang memahami dan melakukan pengamatan ilmu filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sankhya
Menurut tradisi pembangunannya adalah Rsi Kapila yang menulis Sankhya Sutra. Namun tulisan yang mengenai Sankhya yang sampai kepada kita ialah Sankhya Karika karya Iswarakrsna. Inilah karya tulis ajaran Sankhya tertua yang kita kenal. Menurut keterangan orang-orang pandai kata Sankhya artinya angka. System angka ini dipakai untuk menyusun urutan kebenaran tertinggi ajaran ini. Pokok ajaran Sankhya adalah ialah tentang Purusa dan Prakrti yaitu azas rokhani dan badani. Dari kedua azas inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori Sankhya tentang sebab asal benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai mula sebab dunia ini. Prakrti itu merupakan sebab pertama dari semua alam semesta, ia bersifat kekal abadi. Prakrti dibangun olah Triguna, yaitu Sattwa, Rajas, dan Tamas. Guna artinya unsur, atau komponen penyusun. Sattwa adalah suatu prakrti yang merupakan alam kesenangan yang ringan, yang terang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaran sifat ringan yang menimbulkan gerak ke atas, angin dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya. Rajas adalah unsur gerak pada benda-benda ini. Ia selalu bergerak dan menyebabkan api berkobar, angin berhembus. Ialah yang menggerakkan Sattwa dan Tamas untuk melaksanakan tugasnya. Tamas adalah unsur yang menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negatif. Ia bersifat keras, menentang aktivitas, menahan gerak pikiran sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan, sehingga mengantar orang pada kebingungan. Karena menentang aktivitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh tak acuh, tidur. Ketiga guna ini selalu bersama dan tidak pernah berpisah satu sama lainnya. Kerjasama ketiga guna itu laksana minyak, sumbu, dan api yang bersama-sama menyebabkan adanya nyala lampu, walaupun masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan. Ada dua perubahan bentuk triguna yaitu Swarupaparinama (tidak terjadi suatu ciptaan) dan wirupaparinama ( terjadi suatu ciptaan).
Jenis kebenaran yang tertinggi yang kedua dalam ajaran Sankhya ialah Purusa yaitu roh. Setiap orang merasa bahwa ia ada dan memiliki sesuatu. Sankhya mengatakan bahwa roh itu ada karena roh itulah yang menjelma dan akan tidak adanya tidak dapat dinyatakan dengan jalan apapun juga. Menurut ajaran Sankhya, roh itu berbeda dengan indria, pikiran dan akal. Ia bukan dunia objek. Ia adalah semangat kesadaran yang selalu menjadi subjek pengetahuan dan tidak pernah menjadi objek pengetahuan. Ia adalah kesadaran yang langgeng yang padanya tidak ada perubahan dan aktivitas. Ia tanpa sebab, abadi menyusupi segala namun bebas dari segala ikatan dan pengaruh dunia objek ini.
2.2 Evolusi Alam Semesta
Evolusi alam semesta terjadi karena terjadi hubungan antara Purusa dan Prakrti. Hubungan Purusa Prakrti ini adalah seperti kerjasama orang lumpuh dengan orang buta untuk dapat keluar hutan. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan. Hubungan Purusa dan Prakrti menyebabkan terganggunya keseimbangan alam triguna. Yang mula-mula terganggu ialah rajas yang menyebabkan guna yang lain ikut terguncang pula. Yang pertama yang terjadi pada Prakrti ialah Mahat dan Buddhi. Mahat adalah benih besar alam semesta ini, sedangkan buddhi adalah unsur intelek. Fungsi buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan segala apa yang datang dari alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Dalam keadaannya yang murni ia bersifat dharma, jnana, vairagya dan iswarya yaitu kebajikan, pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh, maka ia mencerminkan kesadaran roh.
Ahamkara atau rasa aku adalah hasil Prakrti yang kedua. Ia langsung timbul dari mahat dan merupakan manifestasi pertama dari mahat. Fungsi ahamkara ialah merasakan rasa aku. Dengan ahamkara sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin, yang memiliki. Ada tiga macam ahamkara sesuai dengan guna mana yang lebih unggul dalam keinginan itu. Ahamkara itu disebut sattwika bila unsur satwa yang unggul, rajasa bila rajas yang unggul dan tamasa bila tamas yang unggul. Dari sattwika timbullah panca jnanendriya dan manas. Dari tamasa lahirlah panca tanmatra, sedangkan rajasa memberikan tenaga kepada sattwika maupun tamasa untuk merubah, manah berfungsi menuntun alat-alat tubuh untuk mengetahui dan bertindak. Panca tanmatra adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa dan bau. Dari benih suara terjadilah Akasa. Dari benih sentuhan dan suara terjadilah udara. Dari benih warna, suara dan sentuhan terjadi cahaya atau api. Dari benih suara, sentuhan dan warna terjadi air. Dan dari benih bau dan empat tanmatra yang lain terjadilah bumi. Dari semua anasir kasar itu berkembanglah alam semesta ini dengan segala isinya. Setelah terbentuknya alam semesta ini, belumlah sempurna sampai di situ, sebab ia memerlukan adanya dunia roh yang menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini. Bila roh nyata ada, maka perlulah ada penyesuaian moral, kenikmatan dan kesusahan hidup ini. Evolusi Prakrti menjadi dunia objek memungkinkan roh nikmat atau menderita sesuai dengan baik buruk perbuatannnya. Namun tujuan akhir avolusi Prakrti ialah kelepasan.
Menurut ajaran Sankhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu ialah Pratyaksa, Anumana dan Sabda. Pengetahuan itu dipandang benar bila pengenalan akan objek itu pasti dan benar melalui penentuan buddhi. Ajaran tentang kelepasan, Sankhya mengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan itu ialah melalui pengetahuan yang benar atas kenyataan dunia ini. Tiadanya pengetahuan itulah yang meyebabkan orang menderita. Kelepasan itu hanya akan dicapai bila pengetahuan orang akan kenyataan itu sudah sempurna. Kenyataan itu adalah roh yang berjumlah banyak dan dunia objek yang hadir padanya. Roh itu adalah azas kesadaran yang bebas dari ruang, waktu dan hukum sebab akibat. Ada dua macam kelepasan yaitu Jivanmukti dan vihedamukti. Jivanmukti ialah kelepasan roh selama ia hidup dalam badan ini. Sedangkan vihedamukti adalah kelepasan roh dari badan kasar dan badan halus. Demikianlah ajaran Sankhya Darsana.

(1)Purusaß------------------------------------à(2)Prakrti
(yang tak termanifestasikan menjadi termanifestasikan dalam)


(3)Buddhi
(budi, intelek, kemauan)


(4)Ahamkara
(ego, keakuan)


 


  
(5)Manas (pikiran)                                 Tanmatra (lima unsur halus)

Buddhindriya                                    Warna                               Rasa
(lima alat intelek/kecerdasan)                            Bunyi                           Bau

Penglihatan                             Penciuman                                             Sentuhan
                                                Perabaan
Pencicipan                Pendengaran


                     Karmendrya                                                    Mahabhuta
     (lima pancaindra untuk berbuat)                               (lima unsur dasar)


   Mulut              Kaki            Kemaluan              Api                            Angin/Udara
            Tangan              Anus                                 Tanah/Bumi           Air
                                                                                          Ether/Angkasa


Gb.1. evolusi alam semesta

2.3  Teori Pengetahuan Sankhya
Teori Pengetahuan Sankhya terutama mengikuti metafisika dualistik. Ia hanya menerima tiga sumber pengetahuan sah (pramana) yang merdeka, yaitu persepsi, kesimpulan dan sabda. Sumber-sumber pengetahuan yang lain, seperti perbandingan, dalil (arthapathi) dan asumsi (anupalabdhi) tidak termasuk dalam ketiga-tiga sumber tersebut di atas dan tidak diakui, melainkan sebagai sumber-sumber terpisah. Pengetahuan sah (prama) adalah suatu pengertian yang pasti dan tidak salah dari sesuatu objek (arthaparicchitti) dengan melalui modiifikasi buddhi (intelek) yang merefleksikan kesadaran jiwa di dalamnya. Apa yang kita sebut manah atau akal adalah suatu kesatuan material yang tak sadar dalam filsafat sankhya. Kesadaran atau inteligensia (caitanya) sesungguhnya milik jiwa. Tetapi jiwa tidak dapat dengan segera menangkap objek-objek dunia. Seandainya ia bisa, kita sudah sepatutnya selalu mengetahui semua objek karena jiwa itu yang ada pada kita adalah takterbatas dan tidak berakhir bahkan melingkupi semuanya. Jiwa hanya mengetahui objek-objek dunia dengan melalui intelek, manah dan indra. Kita akan memiliki suatu pengetahuan benar tentang objek-objek apabila dengan melalui kegiatan pancaindra dan manah serta bentuk objek-objek tersebut dikesankan dalam intelek yang selanjutnya berefleksi pada cahaya atau kesadaran jiwa.
Dalam semua pengetahuan yang sah ada tiga faktor, yaitu subjek (pramata), objek (prameya) dan sumber dasar pengetahuan (pramana). Subjek yang merupakan suatu prinsip yang sadar tidak lain dan tidak bukan adalah jiwa sebagai suatu kesadaran murni (suddha cetana). Modifikasi (vritti) intelek, melalui mana jiwa mengetahui suatu objek, disebut pramana. Objek yang dipresentasikan pada jiwa dengan melalui modifikasi ini disebut prameya. Prama atau pengetahuan sah adalah refleksi jiwa dalam intelek seperti yang dimodifikasikan ke dalam bentuk objek, karena tanpa kesadaran jiwa intelek yang tak sadar tidak dapat mengenali apapun. Persepsi merupakan pengertian langsung dari suatu objek melalui hubungannya dengan salah satu indra. Apabila suatu objek, misalnya sebuah meja timbul dalam wilayah visi kita, maka muncul hubungan antara meja dan mata kita. Meja membuat kesan tertentu dan modifikasi tertentu dalam alat indra kita, yang kemudian dianalisa dan disintesiskan oleh manah. Melalui kegiatan indra-indra dan manah, buddhi atau akal (intelek) menjadi dimodifikasikan dan ditransformasi ke dalam bentuk meja. Akal, karena merupakan suatu prinsip material yang tak sadar, tidak bisa dengan dirinya sendiri mengetahui objek tersebut (yaitu meja tadi), walaupun bentuk objek tersebut ada di dalamnya. Tetapi karena akal dikuasai oleh sattva, ia merefleksikan kesadaran jiwa (purusha) tak ubahnya cermin yang transparan. Dengan refleksi kesadaran jiwa di dalamnya modifikasi tak sadar dari akal dalam bentuk meja menjadi diterangi ke dalam keadaan sadar persepsi; tak ubahnya seperti cermin merefleksikan cahaya lampu dan dengannya memanifestasikan benda-benda lain, demikianlah prinsip material buddhi (akal) karena transparan dan bercahaya (sattvika), merefleksikan kesadaran jiwa dan menerangi atau menyadari objek pengetahuan.
2.4 Teori Pengetahuan Sankhya-Vedanta dalam Purana
Teori sintese Samkhya-Vedānta tentang penciptaan ini dapat dijumpai dalam beberapa Purāṇa, antara lain G. V. Tagare dalam terjemahan kitab Vayu Purāṇa, pada bagian kata pengantarnya (XXIII) menyatakan bahwa tentang penciptaan alam semesta (Sarga) bahwa di dalam kitab-kitab Purāṇa ditemukan tiga teori tentang penciptaan alam semesta, yakni a. Teori Samkhya-Vedānta, b. Teori Purāṇa dan c. Teori Samkhya. Berikut dijelaskan ketiga teori tersebut:
a. Teori Samkhya-Vedānta. Penciptaan mulai dengan prinsip dasar yang disebut Mahat dan berakhir dengan Visesa, yakni perbedaan antara lima unsur yang sangat halus dan yang kasar (kasat mata) yang disebut Pañca Mahabhuta dan Pañca Tanmatra. Sumber alam semesta adalah Brahman yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, tidak dilahirkan, dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Pada awalnya adalah kegelapan dan Ia yang meresapi seluruh alam semesta yang diselubungi dalam kegelapan (Ia yang tidak termanifestasi), saat itu Guna dalam keadaan seimbang. Brahman juga disebut Atman. Pada awal penciptaan Ksetrajña (Devata Tertinggi) memimpin Pradhana, menggerakkan Guna dan prinsip dasar Mahat berkembang. Ketika Guna Sattva menjadi sangat dominan di dalam Mahat, unsur spirit yang sangat halus pada jasmani berkembang dan dipimpin oleh Ksetrajña. Kitab-kitab Purāṇa memberikan etimologi yang populer dari sinonim Brahman, Ksetrajña, dan lain-lain, semacam Samanvaya dan perbedaan istilah dan teori. Ketika Mahat didorong (oleh keinginan Tuhan Yang Maha: Agni Purāṇa XVII.2-26, Brahmanda Purāṇa I.1.3.6, dan Kurma Purāṇa I.2.3.
b. Teori Purāṇa. Ksetrajña disebut Brahma yang bangkit dari telur kosmos. Ia adalah mahluk yang pertama mengambil wujud (yang berwujud pertama kali). Ia pencipta dari seluruh Pañca Mahabhuta (baik unsur material maupun mahluk hidup). Hiranyagarbha (Brahman) dalam empat wajah adalah Ksetrajña, baik pada saat penciptaan maupun pada saat Pralaya (penghancuran) alam semesta. Telur kosmos terdiri dari tujuh dunia, bumi dengan tujuh benua, samudra-samudra dan segala sesuatunya termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, Loka (Saptaloka) dan Aloka (Saptapatala). dari luar telur kosmos ini dilapisi oleh tujuh lapisan (I.1.1.44-45). Empat yang pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu: air, api, angin dan ether (akasa), masing-masing selubung 10 kali lebih besar dibandingkan selubung yang pertama (sebelumnya/yang ditengahnya) dan tiga selubung lainnya terdiri dari Bhutadi, Mahat dan Pradhana yang tidak termanifest. Avyakta (yang tidak termanifest) disebut Ksetra dan Brahma disebut Ksetrajña. Prakrita-sarga dipimpin oleh Brahma. Penciptaan berlangsung tanpa pra-rencana (abuddhipurvaka) seperti halnya kerdipan cahaya (I.1.4.68.-78).
c. Teori Samkhya. Teori Vedānta, Samkhya dan Purāṇa dipadukan dalam teori ini. Analisis yang terang ditunjukkan bahwa Prakrita Sarga adalah penciptaan dari Prakriti. Teori Samkhya yang teistik dapat lebih dijelaskan secara lebih ekplisit dinyatakan dalam uraian (II.5.104) sebagai berikut: “Sebelum penciptaan alam semesta adalah kondisi laya (keseimbangan) dari semua Guna. dalam wujudnya yang Avyakta (tidak termanifestasi), secara potensial terbentang seperti minyak susu (ghee) di dalam susu. Tuhan Yang Maha Agung, dengan kekuatan Yoga-Nya, menciptakan ketidak-seimbangan dari Tri Guna dan terciptalah Tiga Devata Utama (Tri Murti), Brahma (dari Rajas), Api atau Rudra (dari Tamas) dan Visnu (dari Sattva). Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa yang membagi diri-Nya ke dalam 3 fungsi utama itu”.
2.5 Masalah Tuhan
Sikap kaum Sankhya terhadap theisme menjadi masalah yang diperdebatkan diantara komentator-komentator dan penafsiran-penafsiran aliran ini ada yang secara tegas membantah adanya kepercayaan kepada Tuhan, yang lainnya  mempertahankan mati-matian untuk menjelaskan bahwa Sankhya tidak kurang theistis daripada Nyaya. Kaum Sankhya klasik memperdebatkan eksistensi Tuhan atas dasar argumentasi sebagai berikut:
a.       Dunia sebagai suatu system akibat-akibat yang harus mempunyai sebab, tidaklah dapat diragukan lagi. Tetapi Tuhan atau Brahman tidak bisa merupakan sebab dunia ini. Tuhan dikatakan sebagai jiwa kekal dan memiliki kekebalan dan sesuatu yang tidak berubah tak bisa menjadi sebab aktif dari apapun. Jadi lebih jauh bahwa sebab terakhir dunia ini adalah prakriti yang kekal dan selalu berubah-ubah (parinami).
b.      Mungkin dapat dikatakan bahwa prakriti karena noninteligen haruslah diawasi dan diperintahkan oleh suatu yang inteligen untuk membuat dunia. Jiwa-jiwa individu adalah terbatas dalam pengetahuan dan karenanya tidak bisa mengawasi sebab material halus dari dunia. Jadi haruslah ada insan yang bijak dan tak terbatas yaitu Tuhan, yang memerintah dan menuntun prakriti. Tetapi ini adalah tidak dapat dipertahankan Tuhan dibayangkan oleh kaum theistis, tidak berbuat dan tidak menyatakan dirinya dengan jalan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun; tetapi untuk mengawasi dan menuntun prakriti berbuat atau melaksanakan sesuatu.
c.       Percaya kepada Tuhan adalah tidak konsisten dengan realitas tanpa kematian yang khusus dari jiwa-jiwa individual. Kalau yang belakangan dimasukkan kedalam Tuhan dan bagian-bagianNya mereka sudah seharusnya mempunyai kekuatan ilahi, yang kenyataanya tidaklah demikian. Tetapi sebaliknya apabila mereka itu diciptakan oleh Tuhan, maka mereka dapat dimusnahkan.
Kesimpulan yang ditarik dari semua ini ialah bahwa Tuhan tidak ada dan bahwa prakriti adalah merupakan alasan yang cukup karena itu suatu dunia objek-objek. Prakriti menciptakan dunia secara tak sadar untuk kebaikan jiwa-jiwa individu dengan jalan yang sama seperti air susu sapi yang mengalir tanpa sadar melalui kantong susu untuk membesarkan anak-anaknya.
Menurut interpretasi lain dari Sankhya, yang pada umumnya tidak diterima, aliran ini bukanlah atheistik. Ini adalah pandangan Vijnanabhikshu dan beberapa pengarang pemikir modern yang berpendapat bahwa Tuhan seperti memilki kegiatan-kegiatan mencipta  tak dapat diterima. Namun kita harus percaya pada Tuhan sebagai Roh Sempurna yang kekal yang menjadi saksi dunia dan yang hanya kehadiranNya belaka (sannidhimatra) menggerakkan prakriti untuk bertindak dan mencipta, seperti halnya sebuah besi berani (magnit) menarik sepotong besi (sebuah jarum). Vijnanabhikshu berpendapat bahwa eksistensi Tuhan seperti itu didukung oleh pikiran-pikiran dan juga kitab-kitab suci.
Sankhya juga disebut filsafat realisme dualistik. Ia menyelusupi seluruh perjalanan pada saling berperannya kedua prinsip tertinggi, yaitu jiwa (roh) dan primal materi utama (purusha dan prakriti). Pertama kita memilki prakriti yang dipandang sebagai sebab terakhir dari dunia objek termasuk benda-benda fisik, badan-badan organik dan produk fisik seperti manah, buddhi dan ego. Prakriti adalah sebab material dan sebab efisien dari dunia ini. Ia adalah aktif dan selalu berubah-ubah, tetapi buta dan tanpa akal dan intelegensia. Bagaimana suatu prinsip yang buta mampu turut mengembangkan suatu dunia yang teratur ini dan memerintahkan menuju suatu tujuan yang rasional? Lagipula bagaimanakah caranya kita menerangkan gangguan pertama atau getaran mula-mula dalam prakriti yang dikatakan asal mulanya ada dalam keadaan tenang dan seimbang? Demikianlah Sankhya menerima suatu prinsip tertinggi yang lain, yaitu purusha atau jiwa. Dalam kategori purusha termasuk suatu pluralitas jiwa yang merupakan prinsip kesadaran murni yang kekal dan tak dapat diubah. Jiwa-jiwa ini adalah berakal, tetapi tidak aktif dan tidak berubah-ubah. Dengan adanya kontak dengan jiwa-jiwa yang sadar dan berakal serupa inilah bahwa prakriti yang tidak berkesadaran dan tak berakal turut serta mengembangkan dunia pengalaman. Tetapi bagaimana jiwa yang tak aktif dan tak berubah-ubah bisa sama sekali berhubungan dengan dan mempengaruhi prakriti?
Sankhya berpendapat bahwa dengan hanya kehadiran (sannidhi) purusha saja sudah cukup untuk menggerakkan prakriti bertindak, walaupun ia sendiri tetap tinggal tanpa bergerak-gerak. Sama halnya dengan refleksi jiwa yang sadar atas intelek dan akal yang tak sadar yang menjelaskan pengertian dan fungsi-fungsi fisik lain yang dilaksanakan oleh yang belakangan. Tetapi bagaimanakah kita akan menerangkan bahwa hanya kehadiran jiwa saja sudah cukup untuk menjadi sebab perubahan-perubahan dalam prakriti, tetapi bukan dalam jiwa sendiri, tidak diuraikan dengan jelas. Demikian pula tidak jelas bagaimana suatu prinsip yang tak berakal seperti akal dan intelegensia yang dapat merefleksikan kesadaran murni (yang bukan material) dan oleh karenanya menjadi sadar dan berakal. Analogi fisik yang diberikan dalam Sankhya tidak cukup member penerangan kepada kita. Lebih jauh eksistensi banyak jiwa dibuktikan oleh Sankhya dari perbedaan dalam sifat, kegiatan, kelahiran, kematian dan adanya indra dan gerak dari insane hidup yang berbeda-beda. Tetapi semua perbedaan ini tergolong bukan pada jiwa sebagai kesadaran murni melainkan pada badan-badan yang berasosiasi dengannya. Sejauh sifat hakekat mereka (yaitu kesadaran murni) tidaklah ada sesuatu untuk membedakan antara satu jiwa dengan jiwa yang lainnya. Demikianlah agaknya tidak ada alasan kuat bagi teori Sankhya tentang banyak jiwa tertinggi. Mungkin yang dimaksudkan dengan banyak jiwa yang kita bicarakan ini adalah individu-individu yang empiris atau ego-ego yang berhadapan dengan kehidupan dan pengalaman biasa sehari-hari. Dari segi pendirian pemikiran agaknya ada jurang pemisah tertentu dalam filsafat Sankhya. Namun kita tidak merendahkan nilainya sebagai suatu system swadaya untuk mencapai kelepasan. Sejauh tujuannya yang praktis untuk mencapai kebebasan dari penderitaan dimaksud pemikiran Sankhya ini sama baiknya dengan pemikiran-pemikiran lainnya dan masing-masing mendorong para penganutnya yang religious untuk merealisasikan kebajikan tertinggi dari hidup mereka, yaitu kelepasan.
Hubungan sebab dan akibat tentang dualisme prakriti dan purusha, menurut Sankhya eksistensi prakriti melalui penggunaan prinsip hubungan sebab dan akibat. Teori yang mengatakan akibat sudah ada sebelumnya dalam sebab merupakan pusat ciri aliran Sankhya. Sankhya merumuskan sebab-akibat adalah sebagai suatu kesatuan data dalam keadaan laten dengan memberi alasan atas dasar:
1.      Ketidak-hadiran sesuatu tidak bisa ada sebagai objek dari kegiatan apapun. Bunga di langit tidak bisa dibikin. Apapun yang tidak ada tidak bisa dibuat ada. Biru tidak bisa dibuat kuning biarpun oleh seribu seniman pelukis sekalipun.
2.      Produk tidak beda dari bahan materi untuk membuatnya.
3.      Dia hadir sebelumnya dalam wujud bahan asalnya. Bila tidak demikian, bisa jadi apa saja.
4.      Efisiensi sebab termasuk sesuatu yang punya potensi yang diperlukan.
5.      Akibat memilki watak sama dengan sebabnya.
Kain tidak lain dari benang sebagai intisarinya dan awalnya. Hubungan sebab tidak bisa ada antara objek-objek asal satu sama lain. Perkembangan menjadi kenyataan dari apa yang tersembunyi yang merupakan transisi dari sesuatu yang potensial menjadi sesuatu yang nyata sebenarnya. Dengan kata lain dari yang tidak nyata menjadi nyata


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pokok ajaran Sankhya adalah ialah tentang Purusa dan Prakrti yaitu azas rokhani dan badani. Dari kedua azas inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori Sankhya tentang sebab asal benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai mula sebab dunia ini. Prakrti itu merupakan sebab pertama dari semua alam semesta, ia bersifat kekal abadi. Menurut ajaran Sankhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu ialah Pratyaksa, Anumana dan Sabda. Pengetahuan itu dipandang benar bila pengenalan akan objek itu pasti dan benar melalui penentuan buddhi.
3.2 Saran-Saran
Marilah kita semua sebagai umat agama Hindu yakin dan percaya terhadap sebab dan akibat yang ada di dunia ini. Purusha dan prakriti merupakan unsur penyebab terjadinya alam semesta ini dan Tuhan merupakan roh yang kekal abadi yang tak pernah berubah-ubah yang menguasai alam semesta ini. Maka dari, itu marilah kita sujud dan bhakti kepada beliau karena telah terlahir sebagai manusia yang dibekali akal (pikiran) yang nantinya bisa kita gunakan untuk mengungkap misteri-misteri rahasia alam yang belum diketahui yaitu





DAFTAR PUSTAKA

1.      Maswinara, I Wayan, 1999. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha). Surabaya: Paramita.
2.      Pendit, Nyoman S, 2005. Filsafat Dharma Dari India (Untuk Orang Awam). Denpasar: Pustaka Bali Post.
3.      Pendit, Nyoman S, 2007. Sad Darsana. Denpasar: Pustaka Bali Post.
4.      Sura, I Gede dan Sukayasa, I Wayan, 2009. Sankhya dan Yoga. Denpasar: Widya Dharma.
5.      Tigunait, Pandit Rajmani. 1983. Seven Systems of Indian Philosophy. Pennyslvania: The Himalayan International Institute of Yoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar