BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apa tujuan Tuhan mencipta kehidupan
kalau pada akhirnya semua mencapai moksha? Di dalam kitab suci berbagai agama
besar tidak penjelasan mengenai “mengapa” Tuhan menciptakan alam semesta? Hanya
dikisahkan “bagaimana” alam semesta diciptakan. Jawaban atas pertanyaan
“mengapa” biasanya diberikan oleh para teolog atau filsuf dengan menafsirkan
lebih tepat menerka-nerka “pikiran” atau “kehendak” Tuhan. Ada yang mengatakan
Tuhan menciptakan alam semesta sebagai habitat manusia, agar ada yang
memujaNya. Tetapi apakah Tuhan gila hormat sehingga perlu menciptakan manusia
untuk memujanya? Seperti kita menciptakan robot agar ada yang menyembah kita?
Ada yang mengatakan Tuhan menciptakan alam semesta sebagai cermin, agar melalui
alam itu Tuhan dapat melihat dirinya. Tetapi apakah Tuhan perlu cermin untuk
mengetahui diriNya, seperti kita perlu cermin untuk berhias? Bukankah Tuhan
Mahatahu? Ada yang mengatakan Tuhan mencipta karena kasihnya. Bila penciptaan
karena alasan kasih, mengapa ada penderitaan di dunia ini? Ada yang mengatakan
Tuhan mencipta karena keniscayaan atau keharusan.
Agama
Hindu mengatakan hakikat Tuhan adalah mencipta, memelihara dan melebur (utpeti,
stiti, prelina). Brahman berasal dari kata “brh” yang artinya berkembang,
meluas. Ini mengandung prinsip aktif dan dinamis, yang terwujud dalam tindakan
mencipta, memelihara dan melebur itu. Semua tindakan itu sebagai “lila” atau
permainan bahagia, karena proses mencipta itu sendiri menimbulkan kebahagiaan
(sat chit ananda). Menciptakan satu puisi, satu lukisan, satu patung, satu
manusia adalah kebahagiaan baik selama prosesnya maupun setelah berhasil.
Dengan kata lain, Brahman adalah “Ada”
yang tertinggi (supreme being), karena prinsip aktif dan dinamis itu,
Dia menciptakan ada-ada yang lain
(being).
1.2 Rumusan Masalah
Berpijak
dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan
makalah ini adalah : bagaimana proses perkembangan dan terjadinya alam semesta
menurut filsafat Sankhya?, bagaimana teori pengetahuan Sankhya?, mengapa Tuhan
tidak ada dan bahwa prakriti adalah merupakan alasan yang cukup karena itu
suatu dunia objek-objek?
1.3 Tujuan Penulisan
Sebagai
pandangan untuk mengetahui tentang aliran filsafat Sankhya yang penekanannya pada
proses terjadinya alam semesta. Sehingga dengan mudah mengetahui asal-usul
terjadinya alam semesta. Demikian pula, kita sebagai umat Hindu senantiasa untuk
mengetahui filsafat Sankhya dan terus
menambah wawasan sebagai bekal kehidupan dikemudian hari.
1.4 Manfaat Penulisan
a. Bagi Mahasiswa,
pembahasan ini akan bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan tentang filsafat
Sankhya.
b. Bagi Kampus, pembahasan
ini bisa digunakan sebagai dokumen yang nantinya bisa disimpan di perpustakaan
dan itu akan memungkinkan bagi para pembaca untuk memahami betul tentang
filsafat Sankhya.
c. Bagi Masyarakat,
pembahasan ini akan memberi penjelasan tentang filsafat Sankhya dan memberi
pengetahuan tentang proses terjadinya alam semesta ini
1.5 Metode Penulisan
Penulis mencari
sumber-sumber yang berkaitan dengan filsafat Sankhya dan proses evolusi alam
semesta dari Perpustakaan, Media Informasi (Internet), Observasi dan wawancara
terhadap masyarakat yang memahami dan melakukan pengamatan ilmu filsafat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sankhya
Menurut
tradisi pembangunannya adalah Rsi Kapila yang menulis Sankhya Sutra. Namun
tulisan yang mengenai Sankhya yang sampai kepada kita ialah Sankhya Karika
karya Iswarakrsna. Inilah karya tulis ajaran Sankhya tertua yang kita kenal.
Menurut keterangan orang-orang pandai kata Sankhya artinya angka. System angka
ini dipakai untuk menyusun urutan kebenaran tertinggi ajaran ini. Pokok ajaran
Sankhya adalah ialah tentang Purusa dan Prakrti yaitu azas rokhani dan badani.
Dari kedua azas inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori Sankhya
tentang sebab asal benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai mula sebab
dunia ini. Prakrti itu merupakan sebab pertama dari semua alam semesta, ia
bersifat kekal abadi. Prakrti dibangun olah Triguna, yaitu Sattwa, Rajas, dan
Tamas. Guna artinya unsur, atau komponen penyusun. Sattwa adalah suatu prakrti
yang merupakan alam kesenangan yang ringan, yang terang bercahaya. Wujudnya
berupa kesadaran sifat ringan yang menimbulkan gerak ke atas, angin dan air di
udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya.
Rajas adalah unsur gerak pada benda-benda ini. Ia selalu bergerak dan
menyebabkan api berkobar, angin berhembus. Ialah yang menggerakkan Sattwa dan
Tamas untuk melaksanakan tugasnya. Tamas adalah unsur yang menyebabkan sesuatu
menjadi pasif dan bersifat negatif. Ia bersifat keras, menentang aktivitas,
menahan gerak pikiran sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan, sehingga
mengantar orang pada kebingungan. Karena menentang aktivitas menyebabkan orang
menjadi malas, acuh tak acuh, tidur. Ketiga guna ini selalu bersama dan tidak
pernah berpisah satu sama lainnya. Kerjasama ketiga guna itu laksana minyak,
sumbu, dan api yang bersama-sama menyebabkan adanya nyala lampu, walaupun
masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan. Ada dua
perubahan bentuk triguna yaitu Swarupaparinama (tidak terjadi suatu ciptaan)
dan wirupaparinama ( terjadi suatu ciptaan).
Jenis
kebenaran yang tertinggi yang kedua dalam ajaran Sankhya ialah Purusa yaitu
roh. Setiap orang merasa bahwa ia ada dan memiliki sesuatu. Sankhya mengatakan
bahwa roh itu ada karena roh itulah yang menjelma dan akan tidak adanya tidak
dapat dinyatakan dengan jalan apapun juga. Menurut ajaran Sankhya, roh itu
berbeda dengan indria, pikiran dan akal. Ia bukan dunia objek. Ia adalah
semangat kesadaran yang selalu menjadi subjek pengetahuan dan tidak pernah
menjadi objek pengetahuan. Ia adalah kesadaran yang langgeng yang padanya tidak
ada perubahan dan aktivitas. Ia tanpa sebab, abadi menyusupi segala namun bebas
dari segala ikatan dan pengaruh dunia objek ini.
2.2 Evolusi Alam Semesta
Evolusi
alam semesta terjadi karena terjadi hubungan antara Purusa dan Prakrti.
Hubungan Purusa Prakrti ini adalah seperti kerjasama orang lumpuh dengan orang
buta untuk dapat keluar hutan. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Hubungan Purusa dan Prakrti menyebabkan terganggunya keseimbangan alam triguna.
Yang mula-mula terganggu ialah rajas yang menyebabkan guna yang lain ikut
terguncang pula. Yang pertama yang terjadi pada Prakrti ialah Mahat dan Buddhi.
Mahat adalah benih besar alam semesta ini, sedangkan buddhi adalah unsur
intelek. Fungsi buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan
segala apa yang datang dari alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Dalam
keadaannya yang murni ia bersifat dharma, jnana, vairagya dan iswarya yaitu kebajikan,
pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh,
maka ia mencerminkan kesadaran roh.
Ahamkara
atau rasa aku adalah hasil Prakrti yang kedua. Ia langsung timbul dari mahat
dan merupakan manifestasi pertama dari mahat. Fungsi ahamkara ialah merasakan
rasa aku. Dengan ahamkara sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin,
yang memiliki. Ada tiga macam ahamkara sesuai dengan guna mana yang lebih
unggul dalam keinginan itu. Ahamkara itu disebut sattwika bila unsur satwa yang
unggul, rajasa bila rajas yang unggul dan tamasa bila tamas yang unggul. Dari
sattwika timbullah panca jnanendriya dan manas. Dari tamasa lahirlah panca
tanmatra, sedangkan rajasa memberikan tenaga kepada sattwika maupun tamasa
untuk merubah, manah berfungsi menuntun alat-alat tubuh untuk mengetahui dan
bertindak. Panca tanmatra adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa
dan bau. Dari benih suara terjadilah Akasa. Dari benih sentuhan dan suara
terjadilah udara. Dari benih warna, suara dan sentuhan terjadi cahaya atau api.
Dari benih suara, sentuhan dan warna terjadi air. Dan dari benih bau dan empat
tanmatra yang lain terjadilah bumi. Dari semua anasir kasar itu berkembanglah
alam semesta ini dengan segala isinya. Setelah terbentuknya alam semesta ini,
belumlah sempurna sampai di situ, sebab ia memerlukan adanya dunia roh yang
menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini. Bila roh nyata ada, maka
perlulah ada penyesuaian moral, kenikmatan dan kesusahan hidup ini. Evolusi
Prakrti menjadi dunia objek memungkinkan roh nikmat atau menderita sesuai
dengan baik buruk perbuatannnya. Namun tujuan akhir avolusi Prakrti ialah
kelepasan.
Menurut
ajaran Sankhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu ialah
Pratyaksa, Anumana dan Sabda. Pengetahuan itu dipandang benar bila pengenalan
akan objek itu pasti dan benar melalui penentuan buddhi. Ajaran tentang
kelepasan, Sankhya mengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan itu ialah melalui
pengetahuan yang benar atas kenyataan dunia ini. Tiadanya pengetahuan itulah
yang meyebabkan orang menderita. Kelepasan itu hanya akan dicapai bila
pengetahuan orang akan kenyataan itu sudah sempurna. Kenyataan itu adalah roh
yang berjumlah banyak dan dunia objek yang hadir padanya. Roh itu adalah azas
kesadaran yang bebas dari ruang, waktu dan hukum sebab akibat. Ada dua macam
kelepasan yaitu Jivanmukti dan vihedamukti. Jivanmukti ialah kelepasan roh
selama ia hidup dalam badan ini. Sedangkan vihedamukti adalah kelepasan roh
dari badan kasar dan badan halus. Demikianlah ajaran Sankhya Darsana.
(1)Purusaß------------------------------------à(2)Prakrti
(yang tak termanifestasikan menjadi
termanifestasikan dalam)
(3)Buddhi
(budi, intelek, kemauan)
(4)Ahamkara
(ego, keakuan)
(5)Manas (pikiran) Tanmatra (lima unsur halus)
Buddhindriya Warna Rasa
(lima alat intelek/kecerdasan) Bunyi Bau
Penglihatan Penciuman
Sentuhan
Perabaan
Pencicipan Pendengaran
Karmendrya Mahabhuta
(lima pancaindra untuk berbuat) (lima unsur
dasar)
Mulut Kaki Kemaluan Api Angin/Udara
Tangan Anus
Tanah/Bumi Air
Ether/Angkasa
Gb.1. evolusi alam
semesta
2.3 Teori Pengetahuan Sankhya
Teori Pengetahuan Sankhya terutama
mengikuti metafisika dualistik. Ia hanya menerima tiga sumber pengetahuan sah
(pramana) yang merdeka, yaitu persepsi, kesimpulan dan sabda. Sumber-sumber
pengetahuan yang lain, seperti perbandingan, dalil (arthapathi) dan asumsi
(anupalabdhi) tidak termasuk dalam ketiga-tiga sumber tersebut di atas dan
tidak diakui, melainkan sebagai sumber-sumber terpisah. Pengetahuan sah (prama)
adalah suatu pengertian yang pasti dan tidak salah dari sesuatu objek
(arthaparicchitti) dengan melalui modiifikasi buddhi (intelek) yang
merefleksikan kesadaran jiwa di dalamnya. Apa yang kita sebut manah atau akal adalah
suatu kesatuan material yang tak sadar dalam filsafat sankhya. Kesadaran atau
inteligensia (caitanya) sesungguhnya milik jiwa. Tetapi jiwa tidak dapat dengan
segera menangkap objek-objek dunia. Seandainya ia bisa, kita sudah sepatutnya
selalu mengetahui semua objek karena jiwa itu yang ada pada kita adalah
takterbatas dan tidak berakhir bahkan melingkupi semuanya. Jiwa hanya
mengetahui objek-objek dunia dengan melalui intelek, manah dan indra. Kita akan
memiliki suatu pengetahuan benar tentang objek-objek apabila dengan melalui
kegiatan pancaindra dan manah serta bentuk objek-objek tersebut dikesankan
dalam intelek yang selanjutnya berefleksi pada cahaya atau kesadaran jiwa.
Dalam semua pengetahuan yang sah ada
tiga faktor, yaitu subjek (pramata), objek (prameya) dan sumber dasar
pengetahuan (pramana). Subjek yang merupakan suatu prinsip yang sadar tidak
lain dan tidak bukan adalah jiwa sebagai suatu kesadaran murni (suddha cetana).
Modifikasi (vritti) intelek, melalui mana jiwa mengetahui suatu objek, disebut
pramana. Objek yang dipresentasikan pada jiwa dengan melalui modifikasi ini
disebut prameya. Prama atau pengetahuan sah adalah refleksi jiwa dalam intelek
seperti yang dimodifikasikan ke dalam bentuk objek, karena tanpa kesadaran jiwa
intelek yang tak sadar tidak dapat mengenali apapun. Persepsi merupakan
pengertian langsung dari suatu objek melalui hubungannya dengan salah satu
indra. Apabila suatu objek, misalnya sebuah meja timbul dalam wilayah visi
kita, maka muncul hubungan antara meja dan mata kita. Meja membuat kesan
tertentu dan modifikasi tertentu dalam alat indra kita, yang kemudian dianalisa
dan disintesiskan oleh manah. Melalui kegiatan indra-indra dan manah, buddhi
atau akal (intelek) menjadi dimodifikasikan dan ditransformasi ke dalam bentuk
meja. Akal, karena merupakan suatu prinsip material yang tak sadar, tidak bisa
dengan dirinya sendiri mengetahui objek tersebut (yaitu meja tadi), walaupun
bentuk objek tersebut ada di dalamnya. Tetapi karena akal dikuasai oleh sattva,
ia merefleksikan kesadaran jiwa (purusha) tak ubahnya cermin yang transparan.
Dengan refleksi kesadaran jiwa di dalamnya modifikasi tak sadar dari akal dalam
bentuk meja menjadi diterangi ke dalam keadaan sadar persepsi; tak ubahnya
seperti cermin merefleksikan cahaya lampu dan dengannya memanifestasikan
benda-benda lain, demikianlah prinsip material buddhi (akal) karena transparan
dan bercahaya (sattvika), merefleksikan kesadaran jiwa dan menerangi atau
menyadari objek pengetahuan.
2.4 Teori Pengetahuan
Sankhya-Vedanta dalam Purana
Teori sintese
Samkhya-Vedānta tentang penciptaan ini dapat dijumpai dalam beberapa Purāṇa,
antara lain G. V. Tagare dalam terjemahan kitab Vayu Purāṇa, pada bagian kata
pengantarnya (XXIII) menyatakan bahwa tentang penciptaan alam semesta (Sarga)
bahwa di dalam kitab-kitab Purāṇa ditemukan tiga teori tentang penciptaan alam
semesta, yakni a. Teori Samkhya-Vedānta, b. Teori Purāṇa dan c. Teori Samkhya.
Berikut dijelaskan ketiga teori tersebut:
a.
Teori Samkhya-Vedānta. Penciptaan mulai dengan prinsip dasar yang disebut Mahat
dan berakhir dengan Visesa, yakni perbedaan antara lima unsur yang sangat halus
dan yang kasar (kasat mata) yang disebut Pañca Mahabhuta dan Pañca Tanmatra.
Sumber alam semesta adalah Brahman yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir,
tidak dilahirkan, dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Pada awalnya
adalah kegelapan dan Ia yang meresapi seluruh alam semesta yang diselubungi
dalam kegelapan (Ia yang tidak termanifestasi), saat itu Guna dalam keadaan
seimbang. Brahman juga disebut Atman. Pada awal penciptaan Ksetrajña (Devata
Tertinggi) memimpin Pradhana, menggerakkan Guna dan prinsip dasar Mahat
berkembang. Ketika Guna Sattva menjadi sangat dominan di dalam Mahat, unsur
spirit yang sangat halus pada jasmani berkembang dan dipimpin oleh Ksetrajña. Kitab-kitab
Purāṇa memberikan etimologi yang populer dari sinonim Brahman, Ksetrajña, dan
lain-lain, semacam Samanvaya dan perbedaan istilah dan teori. Ketika Mahat
didorong (oleh keinginan Tuhan Yang Maha: Agni Purāṇa XVII.2-26, Brahmanda Purāṇa
I.1.3.6, dan Kurma Purāṇa I.2.3.
b.
Teori Purāṇa. Ksetrajña disebut Brahma yang bangkit dari telur kosmos. Ia
adalah mahluk yang pertama mengambil wujud (yang berwujud pertama kali). Ia
pencipta dari seluruh Pañca Mahabhuta (baik unsur material maupun mahluk
hidup). Hiranyagarbha (Brahman) dalam empat wajah adalah Ksetrajña, baik pada
saat penciptaan maupun pada saat Pralaya (penghancuran) alam semesta. Telur
kosmos terdiri dari tujuh dunia, bumi dengan tujuh benua, samudra-samudra dan
segala sesuatunya termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, Loka (Saptaloka)
dan Aloka (Saptapatala). dari luar telur kosmos ini dilapisi oleh tujuh lapisan
(I.1.1.44-45). Empat yang pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu: air, api, angin
dan ether (akasa), masing-masing selubung 10 kali lebih besar dibandingkan
selubung yang pertama (sebelumnya/yang ditengahnya) dan tiga selubung lainnya
terdiri dari Bhutadi, Mahat dan Pradhana yang tidak termanifest. Avyakta (yang
tidak termanifest) disebut Ksetra dan Brahma disebut Ksetrajña. Prakrita-sarga
dipimpin oleh Brahma. Penciptaan berlangsung tanpa pra-rencana (abuddhipurvaka)
seperti halnya kerdipan cahaya (I.1.4.68.-78).
c.
Teori Samkhya. Teori Vedānta, Samkhya dan Purāṇa dipadukan dalam teori ini.
Analisis yang terang ditunjukkan bahwa Prakrita Sarga adalah penciptaan dari
Prakriti. Teori Samkhya yang teistik dapat lebih dijelaskan secara lebih
ekplisit dinyatakan dalam uraian (II.5.104) sebagai berikut: “Sebelum
penciptaan alam semesta adalah kondisi laya (keseimbangan) dari semua Guna.
dalam wujudnya yang Avyakta (tidak termanifestasi), secara potensial terbentang
seperti minyak susu (ghee) di dalam susu. Tuhan Yang Maha Agung, dengan
kekuatan Yoga-Nya, menciptakan ketidak-seimbangan dari Tri Guna dan terciptalah
Tiga Devata Utama (Tri Murti), Brahma (dari Rajas), Api atau Rudra (dari Tamas)
dan Visnu (dari Sattva). Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa yang membagi diri-Nya
ke dalam 3 fungsi utama itu”.
2.5 Masalah Tuhan
Sikap kaum Sankhya terhadap theisme
menjadi masalah yang diperdebatkan diantara komentator-komentator dan
penafsiran-penafsiran aliran ini ada yang secara tegas membantah adanya
kepercayaan kepada Tuhan, yang lainnya
mempertahankan mati-matian untuk menjelaskan bahwa Sankhya tidak kurang
theistis daripada Nyaya. Kaum Sankhya klasik memperdebatkan eksistensi Tuhan
atas dasar argumentasi sebagai berikut:
a.
Dunia sebagai suatu system akibat-akibat
yang harus mempunyai sebab, tidaklah dapat diragukan lagi. Tetapi Tuhan atau
Brahman tidak bisa merupakan sebab dunia ini. Tuhan dikatakan sebagai jiwa
kekal dan memiliki kekebalan dan sesuatu yang tidak berubah tak bisa menjadi
sebab aktif dari apapun. Jadi lebih jauh bahwa sebab terakhir dunia ini adalah
prakriti yang kekal dan selalu berubah-ubah (parinami).
b.
Mungkin dapat dikatakan bahwa prakriti
karena noninteligen haruslah diawasi dan diperintahkan oleh suatu yang
inteligen untuk membuat dunia. Jiwa-jiwa individu adalah terbatas dalam
pengetahuan dan karenanya tidak bisa mengawasi sebab material halus dari dunia.
Jadi haruslah ada insan yang bijak dan tak terbatas yaitu Tuhan, yang
memerintah dan menuntun prakriti. Tetapi ini adalah tidak dapat dipertahankan
Tuhan dibayangkan oleh kaum theistis, tidak berbuat dan tidak menyatakan
dirinya dengan jalan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun; tetapi untuk
mengawasi dan menuntun prakriti berbuat atau melaksanakan sesuatu.
c.
Percaya kepada Tuhan adalah tidak
konsisten dengan realitas tanpa kematian yang khusus dari jiwa-jiwa individual.
Kalau yang belakangan dimasukkan kedalam Tuhan dan bagian-bagianNya mereka
sudah seharusnya mempunyai kekuatan ilahi, yang kenyataanya tidaklah demikian.
Tetapi sebaliknya apabila mereka itu diciptakan oleh Tuhan, maka mereka dapat
dimusnahkan.
Kesimpulan
yang ditarik dari semua ini ialah bahwa Tuhan tidak ada dan bahwa prakriti
adalah merupakan alasan yang cukup karena itu suatu dunia objek-objek. Prakriti
menciptakan dunia secara tak sadar untuk kebaikan jiwa-jiwa individu dengan
jalan yang sama seperti air susu sapi yang mengalir tanpa sadar melalui kantong
susu untuk membesarkan anak-anaknya.
Menurut
interpretasi lain dari Sankhya, yang pada umumnya tidak diterima, aliran ini
bukanlah atheistik. Ini adalah pandangan Vijnanabhikshu dan beberapa pengarang
pemikir modern yang berpendapat bahwa Tuhan seperti memilki kegiatan-kegiatan
mencipta tak dapat diterima. Namun kita
harus percaya pada Tuhan sebagai Roh Sempurna yang kekal yang menjadi saksi
dunia dan yang hanya kehadiranNya belaka (sannidhimatra) menggerakkan prakriti
untuk bertindak dan mencipta, seperti halnya sebuah besi berani (magnit)
menarik sepotong besi (sebuah jarum). Vijnanabhikshu berpendapat bahwa
eksistensi Tuhan seperti itu didukung oleh pikiran-pikiran dan juga kitab-kitab
suci.
Sankhya juga disebut filsafat realisme
dualistik. Ia menyelusupi seluruh perjalanan pada saling berperannya kedua
prinsip tertinggi, yaitu jiwa (roh) dan primal materi utama (purusha dan
prakriti). Pertama kita memilki prakriti yang dipandang sebagai sebab terakhir
dari dunia objek termasuk benda-benda fisik, badan-badan organik dan produk fisik
seperti manah, buddhi dan ego. Prakriti adalah sebab material dan sebab efisien
dari dunia ini. Ia adalah aktif dan selalu berubah-ubah, tetapi buta dan tanpa
akal dan intelegensia. Bagaimana suatu prinsip yang buta mampu turut
mengembangkan suatu dunia yang teratur ini dan memerintahkan menuju suatu
tujuan yang rasional? Lagipula bagaimanakah caranya kita menerangkan gangguan
pertama atau getaran mula-mula dalam prakriti yang dikatakan asal mulanya ada
dalam keadaan tenang dan seimbang? Demikianlah Sankhya menerima suatu prinsip
tertinggi yang lain, yaitu purusha atau jiwa. Dalam kategori purusha termasuk
suatu pluralitas jiwa yang merupakan prinsip kesadaran murni yang kekal dan tak
dapat diubah. Jiwa-jiwa ini adalah berakal, tetapi tidak aktif dan tidak
berubah-ubah. Dengan adanya kontak dengan jiwa-jiwa yang sadar dan berakal
serupa inilah bahwa prakriti yang tidak berkesadaran dan tak berakal turut
serta mengembangkan dunia pengalaman. Tetapi bagaimana jiwa yang tak aktif dan
tak berubah-ubah bisa sama sekali berhubungan dengan dan mempengaruhi prakriti?
Sankhya berpendapat bahwa dengan hanya
kehadiran (sannidhi) purusha saja sudah cukup untuk menggerakkan prakriti
bertindak, walaupun ia sendiri tetap tinggal tanpa bergerak-gerak. Sama halnya dengan
refleksi jiwa yang sadar atas intelek dan akal yang tak sadar yang menjelaskan
pengertian dan fungsi-fungsi fisik lain yang dilaksanakan oleh yang belakangan.
Tetapi bagaimanakah kita akan menerangkan bahwa hanya kehadiran jiwa saja sudah
cukup untuk menjadi sebab perubahan-perubahan dalam prakriti, tetapi bukan
dalam jiwa sendiri, tidak diuraikan dengan jelas. Demikian pula tidak jelas
bagaimana suatu prinsip yang tak berakal seperti akal dan intelegensia yang
dapat merefleksikan kesadaran murni (yang bukan material) dan oleh karenanya
menjadi sadar dan berakal. Analogi fisik yang diberikan dalam Sankhya tidak
cukup member penerangan kepada kita. Lebih jauh eksistensi banyak jiwa
dibuktikan oleh Sankhya dari perbedaan dalam sifat, kegiatan, kelahiran,
kematian dan adanya indra dan gerak dari insane hidup yang berbeda-beda. Tetapi
semua perbedaan ini tergolong bukan pada jiwa sebagai kesadaran murni melainkan
pada badan-badan yang berasosiasi dengannya. Sejauh sifat hakekat mereka (yaitu
kesadaran murni) tidaklah ada sesuatu untuk membedakan antara satu jiwa dengan
jiwa yang lainnya. Demikianlah agaknya tidak ada alasan kuat bagi teori Sankhya
tentang banyak jiwa tertinggi. Mungkin yang dimaksudkan dengan banyak jiwa yang
kita bicarakan ini adalah individu-individu yang empiris atau ego-ego yang
berhadapan dengan kehidupan dan pengalaman biasa sehari-hari. Dari segi
pendirian pemikiran agaknya ada jurang pemisah tertentu dalam filsafat Sankhya.
Namun kita tidak merendahkan nilainya sebagai suatu system swadaya untuk
mencapai kelepasan. Sejauh tujuannya yang praktis untuk mencapai kebebasan dari
penderitaan dimaksud pemikiran Sankhya ini sama baiknya dengan
pemikiran-pemikiran lainnya dan masing-masing mendorong para penganutnya yang
religious untuk merealisasikan kebajikan tertinggi dari hidup mereka, yaitu
kelepasan.
Hubungan sebab dan akibat tentang
dualisme prakriti dan purusha, menurut Sankhya eksistensi prakriti melalui
penggunaan prinsip hubungan sebab dan akibat. Teori yang mengatakan akibat
sudah ada sebelumnya dalam sebab merupakan pusat ciri aliran Sankhya. Sankhya merumuskan
sebab-akibat adalah sebagai suatu kesatuan data dalam keadaan laten dengan
memberi alasan atas dasar:
1.
Ketidak-hadiran sesuatu tidak bisa ada
sebagai objek dari kegiatan apapun. Bunga di langit tidak bisa dibikin. Apapun
yang tidak ada tidak bisa dibuat ada. Biru tidak bisa dibuat kuning biarpun
oleh seribu seniman pelukis sekalipun.
2.
Produk tidak beda dari bahan materi
untuk membuatnya.
3.
Dia hadir sebelumnya dalam wujud bahan asalnya.
Bila tidak demikian, bisa jadi apa saja.
4.
Efisiensi sebab termasuk sesuatu yang
punya potensi yang diperlukan.
5.
Akibat memilki watak sama dengan
sebabnya.
Kain
tidak lain dari benang sebagai intisarinya dan awalnya. Hubungan sebab tidak
bisa ada antara objek-objek asal satu sama lain. Perkembangan menjadi kenyataan
dari apa yang tersembunyi yang merupakan transisi dari sesuatu yang potensial
menjadi sesuatu yang nyata sebenarnya. Dengan kata lain dari yang tidak nyata
menjadi nyata
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pokok ajaran Sankhya adalah ialah
tentang Purusa dan Prakrti yaitu azas rokhani dan badani. Dari kedua azas
inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori Sankhya tentang sebab
asal benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai mula sebab dunia ini. Prakrti
itu merupakan sebab pertama dari semua alam semesta, ia bersifat kekal abadi. Menurut
ajaran Sankhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu ialah
Pratyaksa, Anumana dan Sabda. Pengetahuan itu dipandang benar bila pengenalan
akan objek itu pasti dan benar melalui penentuan buddhi.
3.2 Saran-Saran
Marilah kita semua sebagai umat agama
Hindu yakin dan percaya terhadap sebab dan akibat yang ada di dunia ini. Purusha
dan prakriti merupakan unsur penyebab terjadinya alam semesta ini dan Tuhan
merupakan roh yang kekal abadi yang tak pernah berubah-ubah yang menguasai alam
semesta ini. Maka dari, itu marilah kita sujud dan bhakti kepada beliau karena
telah terlahir sebagai manusia yang dibekali akal (pikiran) yang nantinya bisa
kita gunakan untuk mengungkap misteri-misteri rahasia alam yang belum diketahui
yaitu
DAFTAR
PUSTAKA
1. Maswinara,
I Wayan, 1999. Sistem Filsafat Hindu
(Sarva Darsana Samgraha). Surabaya: Paramita.
2. Pendit,
Nyoman S, 2005. Filsafat Dharma Dari
India (Untuk Orang Awam). Denpasar: Pustaka Bali Post.
3. Pendit,
Nyoman S, 2007. Sad Darsana.
Denpasar: Pustaka Bali Post.
4. Sura,
I Gede dan Sukayasa, I Wayan, 2009. Sankhya
dan Yoga. Denpasar: Widya Dharma.
5. Tigunait,
Pandit Rajmani. 1983. Seven Systems of
Indian Philosophy. Pennyslvania: The Himalayan International Institute of
Yoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar