Rabu, 01 April 2015

Etika, Moral dalam Nitisastra dan Slokanya

BAB I
PENDAHULUAN

Bentuk hubungan sosial yang mengarah kepada kebaikan yang disebut Set Sangsa dan hubungan sosial yang mengarah kepada keburukan yang disebut Dur Sangsa. Terjadi hubungan gerak seperti itu karena karakter manusia dibentuk oleh Tri Guna yaitu: Satwam, Rajas, Tamas. Demikian pula Nitisastra mengarahkan hubungan sosial yang berdasarkan profesionalisme. Hubungan akan menyebabkan masyarakat terjalin dalam kondisi saling membutuhkan. Bagaimana bentuk-bentuk dan arah hubungan yang dibenarkan oleh ajaran Nitisastra. Mengapa hubungan seperti itu dapat terbentuk dan terarah. Demikian pula dalam masyarakat terjadi arah hubungan yang menjauhi kebenaran. Mengapa masyarakat dapat mengarahkan hubungannya pada hal-hal yang menjerumuskan kehidupan mereka pada neraka. Pembahasan ini akan dilihat dari sudut Nitisastra sebagai ajaran moral yang menuntut manusia dalam kebersamaannya. Di sini akan tampak bahwa agama Hindu tidak hanya membahas hubungan manusia dengan Tuhan saja. Di satu segi Nitisastra memberikan ajaran pada tata cara menyelenggarakan suatu kehidupan bernegara di lain pihak mengajarkan pula tentang moral kemasyarakatan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   








                          


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Etika dan Moralitas
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang mempunyai banyak arti seperti watak, perasaan, sikap, perilaku, karakter, tatakrama, tatasusila, sopan santun, ca berpikir dan lain-lainnya. Sementara itu bentuk jamak dari kata “ethos” adalah “ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan moralitas dengan kata asal moral yang memiliki pengertian sama dengan etika berasal dari bahasa latin “mos” (jamaknya “mores”) yang berarti kebiasaan atau adat.  Dengan latar belakang pengertian yang sama seperti itu, maka sudah sejak zaman dahulu istilah etika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika lalu diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral(W.J.S. Purwandarminta, 1966). Pengertian etika lebih jauh diuraikan juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi tahun 1988 (Bertens, 2004). Kamus termaksud membedakan tiga makna mengenai etika itu:
a.       Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral(akhlak).
b.      Kumpulan asas atau nialai yang berkenaan dengan akhlak.
c.       Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dengan urutan yang dibalik, penertian etika itu masih tetap dibedakan dalam tiga makna( Bertens K.,2004):
a.       Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam hal ini etika dirumuskan sebagai system nilai yang bisa berfungsi baik dalam kehidupan manusia perseorangan maupun pada tarap sosial.
b.      Kumpulan asas atau nilai moral, dalam hal ini sebagai kode etik.
c.       Ilmu tentang yang baik dan buruk. Di sini diartikan sebagai filsafat moral.
2.2  Etika, Moral dalam Nitisastra
Nitisastra berasal dari kata Niti, dalam bahasa Sanskerta berarti kebijaksanaan  duniawi atau juga berarti “etika sosial Politik” Niti juga berarti tuntunan politik. Nitisastra adalah nama daripada Arthasastra. Arthasastra bagian dari Upaweda. Arthasastra merupakan aspek Weda yang mengkhususkan pada penjabaran lebih lanjut mengenai ilmu bangun masyarakat sejahtera. Di dalamnya menyangkut aspek ideology moral, ekonomi dan manajemen. Pembangunan masyarakat adalah merupakan cita-cita Hindu yang paling mendasar. Cita-cita tersebut adalah nenciptakan masyarakat sejahtera secara materiil yang disebut jagadhita dan cita-cita terakhir dari manusia yang disebut moksha.
Dalam Wraspati Tatwa menjelaskan, pertemuan antara Sukla dan Swanita melahirkan tiga jenis makhluk hidup yaitu ; Stawira yaitu tumbuh-tumbuhan, Yang gama yaitu binatang dan Manusa yaitu manusia. Stawira dengan ekopramana bayu, Yang gama dengan dwipramana yaitu: bayu dan sabda, Manusa dengan tripramananya yaitu: bayu, sabda dan idep. Kalau kita perhatikan kesemuanya itu adalah bersumber dari ajaran Samkhya Darsana. Dalam ajaran Samkhya semua yang ada dari ciptaan Tuhan ini adalah berasal dari Purusa dan Pradana. Timbulnya berbagai perbedaan di antara makhluk hidup termasuk manusia adalah karena perbedaan kualitas dari pengaruh Tri Guna. Tri Guna itulah sebagai penyebab adanya sifat-sifat atau karakteristik manusia. Ada manusia yang didominasi oleh Satwan, ada oleh Rajas dan ada oleh Tamas. Dalam Sarasamuscaya disebutkan hanya manusialah yang mampu berbuat baik atau buruk. Karena manusia dapat berbuat baik dan buruk. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya dua arah perbuatan manusia dalam masyarakat yaitu berbuat yang meningkatkan kehidupan bersama dan berbuat merusak kehidupan bersama. Dalam Sarasamuscaya, sloka 2, disebutkan:
Manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.
Ri sakwehning sarwa bhuta iking janma wwang  juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma juga ikang asubhakarma phalaning dadi wwang.
Artinya:
Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.
Dari penjelasan Sarasamuscaya ini tegas dicantumkan bahwa manusia tidak dapat menghindari dari perbuatan baik dan perbuatan buruk. Tetapi dinyatakan keberhasilan manusia di dalam hidupnya justru melebar perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik. Akibat dari kedua perbuatan manusia itu terjadi gerak masyarakat ada yang bergerak ke arah kebaikan dan ada yang bergerak ke arah keburukan. Oleh karena itu manusia di dunia ini, dibagi menjadi dua kecenderungan dari sifat-sifatnya. Dua kecendrungan itu adalah:  
  1. Dewi Sampad, yang dijelaskan dalam Bhagavadgita XVI. 3 :
Tejah ksama dhrittih sancam
Adribo na timanita
Bhavanti sampadan daiwin
Abhijatasya bharata
Artinya:
Kuat, suka mengampuni, teguh iman, suci, tidak membenci bebas dari rasa sombong, semua ini wahai Bharata adalah milik orang yang dilahirkan dengan sifat-sifat dewata.
  1. Asuri Sampad, yang dijelaskan dalam Bhagavadgita XVI. 4 :
Dambho darpo bhimanas ca
Krodhah parusyam eva ca
Ajnanam ca bhijayasya
Partam sampadam asurim
Artinya:
Sifat takabur, angkuh dan membanggakan diri, pemarah, kasar dan bodoh, semuanya ini adalah tergolong pada orang yang dilahirkan dengan sifat keraksasaan.
Demikianlah dua sifat manusia yang berlawanan arah yang menyebabkan manusia saling berbenturan dalam masyarakat. Sifat-sifat yang tergolong baik itu disebutkan dalam Bhagavadgita XVI. 1 :
Abhayam  sattvasamsuddhir jnanayoga vyavasthitih
Danam danas cha yajna cha svadhayayas tapa arjavam
Artinya:
Tak gentar suci hati bijaksana, mendalami yoga dan ilmu pengetahuan, dermawan, menguasai indria, berupa cara kebhaktian, mempelajari kitab-kitab sastra, hidup sederhana dan jujur.
Bhagavadgita XVI. 2 , menjelaskan pula sifat-sifat baik itu, sbb:
Ahimsa satyam akrodhas
Tyagah santir apaisunam
Daya bhuteshv aloluptam
Mardavam grir achapalama
Artinya:
Tanpa kekerasan, benar, bebas dari kemarahan, tanpa rasa aku, tenang, tidak suka memfitnah, kasih sayang kepada sesama makhluk, bebas dari nafsu loba, lemah lembut, sopan dan dalam keseimbangan jiwa.
Sifat-sifat yang tergolong yang memiliki kecendrungan Asuri Sampad disebutkan dalam Bhagavadgita XIV. 12. 13,  sbb:
Lobham pravittir arambhah
Karmanam asamah spriha
Rajasy etani jayante
Vivridhe bharatashabha
Artinya:
Serakah, giat dalam berusaha, kegelisahan dan kerinduan merajarela, apabila rajas tambah berkuasa wahai banteng di antara keturunan Bharata.
Aprakaso pravittis eva cha
Pramado moha eva cha
Tamasy etani jayante
Vivridhe kurunandana
Artinya:
Kegelapan, kelesuan, kebodohan dan kekacauan timbul apabila tamas yang akan berkuasa. Wahai kesayangan di antara keluarga kuru.
Demikian beberapa kutipan mengetengahkan tentang kecendrungan sifat manusia yang ditentukan oleh pengaruh Tri Guna sebagai salah satu unsure yang membentuk alam pikiran setiap orang.


Sloka Veda
Tentang Nilai Moral / Etika dan Budaya Kerja


  1. Yajurveda XL.2
Kurvan eveha karmânņi
Jijīviset satam samah
Evam tvayi nanyatheto-asti
Na karma lipyate nare.
Artinya:
Orang hendaknya suka hidup di dunia ini dengan kerja keras selama seratus tahun. Tidak ada cara yang lain bagi keselamatan seseorang. Suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak, menjauhkan pelaku dari keterikatan.

  1. Atharvaveda XX.18.3
Icchanti devah sunvantam
Na svapnaya sprhayanti.
Yanti pramadam atandrah.
Artinya:
Para dewa menyukai orang – orang yang bekerja keras. Para Dewa tidak menyukai orang – orang yang gampang – gampangan dan bermalas – malas. Orang – orang yang selalu waspada mencapai kebahagiaan yang agung.

  1. Rgveda X.53.8
Asmanvati riyate sam rabhadhvam
Uttisthata pra tarata sakhayah.
Atra jahama ye asan asevah
Sivan vayam uttaremabhi vajan.
Artinya:
Ya para sahabat, dunia yang penuh dosa dan kesedihan sedang lewat bagaikan sebuah sungai, alirannya yang dihalangi oleh batu-batu besar yang berat. Tekunlah, bangkit dan seberangilah, tinggalkanlah pengikut yang tak berbudi. Seberangilah sungai kehidupan itu untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran.

  1. Rg Veda I.411.6
Sa ratnam martyo vasu
Visvam tokam uta tmana
Accha gacchati-asthrta
Artinya:
Orang yang tidak kenal lelah memperoleh permata-permata, segala macam kekayaan dan anak cucu berkat ketekunannya.

  1. Atharvaveda X. 53. 8
Krtam me daksine haste
Jayo me savya ahitah
Gojid bhuyasam asyajid
Dhanamjayo hiranyajit
Artinya:
Ketekunan semoga ada di tangan kanan dan kejayaan ada di tangan kiri. Semoga kami mendapatkan sapi-betina, kuda, kekayaan dan emas.
  1. Rgveda X 42. 10
Gobhis tarkma-amatim durevam
Yavena ksudham puruhuta visvam
Vayam rajabhih prathama dhanani-
Asmakev janena jayema
Artinya:
Ya, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi, semoga kami menyeberangi kemiskinan yang tidak bisa itu dengan memperoleh sapi-sapi betina itu. Semoga kami mengatasi rasa lapar kami dengan memilikki makanan padi-padian seperti gandum, semoga kami memperoleh kekayaan dari para raja dan mencapai keberhasilan dengan usaha-usaha kami.

  1. Rgveda X. 117.7
Krsan it phala asitam krnoti
Yan adhvanam apa vrnkte caritraih
Vadan brahma vadato vaniyan
Prnan apir aprnantam abhi syat
Artinya:
Sebuah mata bajak yang membajak menghasikan padi-padian, seorang laki-laki yang berjalan menteberangi jalanan. Seorang laki-laki yang terpelajar menyanyikan mantra-mantra Veda, adalah lebih unggul daripada seorang yang tetap diam. Orang yang dermawan melebihi orang yang tidak menolong temannya.

  1. Rg veda VII.32.9
Ma sredhata somino daksata mahe
Krnudhvam raya atuje
Taranir ij jayati kseti pusyati
Na devasah kavatnave
Artinya:
Wahai orang-orang yang berpikiran mulia, janganlah tersesat, janganlah tersesat. Tekunlah dan dengan tekad yang keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang tinggi. Bekerjalah dengan tekun untuk memperoleh kekayaan. Orang yang bersemangat (tekun sekali) berhasil, hidup berbahagia dan menikmati kemakmuran. Para dewa tidak pernah menolong orang yang bermalas-malas.

  1. Rgveda X. 91.3
Sudakso daksaih kratunasi
Sukratur agne kavih kavyenasi visvavit
Vasur vasunam ksayasi tvam eka id
Dvaya ca yani prthivi ca pusyatah
Artinya:
Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Mahaua Esa), Engkau berdaya guna dengan perbuatan-perbuatan yang berbudi luhur, Engkau bersemangat dengan kegiatan-Mu. Engkau seorang bagi penerima wahyu Veda. Engkau adalah yang maha mengetahui, Engkau adalah pendukung lima unsur yang agung (Panca Maha Bhuta). Engkau adalah satu-satunya penguasa atas semua benda, yang terpelihara oleh langit (sorga) dan bumi (dunia).

  1. Rgveda IV. 33. 11
Na rte srantasya sakhyaya devah
Artinya:
Para Dewa menolong orang yang tidak dilelahkan oleh kerja keras yang berat.

  1. Rgveda X.60.12
Ayam me hasto bhagavan
Ayam me bhagavattarah
Artinya:
Semoga tangan kananku beruntung dan tangan kiriku yang lebih beruntung.

  1. Rgveda.4.12
Atandraso avrka asramisthah
Artinya:
Ya Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Maha Esa), hanya orang yang giat, tulus hati dan tidak kenal lelah, berhasil dalam kehidupan.

  1. Rgveda. IV.25.6
Nasusver apir na sakha na jamih
Artinya:
Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi, bukanlah sahabat, kerabat atau sanak saudara dari orang yang malas.

  1. Canakya Nitisastra VII.2.
Dhana-dhanya prayogesu vidya saygrahanenu ca,
Ahare vyahara ca tyakta lajjaa sukhi bhavet
Artinya:
Dalam urusan mencari beras dan dalam urusan keuangan, dalam hal menuntut ilmu, dalam hal menikmati makanan dan dalam hal berdagang, orang hendaknya meninggalkan rasa malu. Orang tersebut akan memperoleh kebahagiaan.

  1. Sarasamuccaya 261
Dharmenarthah samaharyo
Dharmalabdham triad dhanam,
Kartavyam dharma paramam
Manavena prayatnatah
Artinya:
Dengan cara berusaha memperoleh sesuatu hendaklah berdasarkan dharma. Dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan (biaya) mencapai yang tga itu; perhatikanlah itu baik-baik.

  1. Bhagavadgita II. 47
Karmany ewadhikaraste
Ma phalsesu kadacana,
Ma karma-phala-hetur bhur
Mate sango `stw akarmani
Artinya:
Tugasmu hanya berbuat dan jangan sekali-sekali mengharap akan hasil; jangan sekali-kali hasil yang menjadi motifmu ataupun sama sekali terikat dengan tanpa kegiatan.

  1. Bhagavadgita II. 48
Yoga-sthah kuru karmany
Sangam tyaktwa dhananjaya,
Siddhi-asiddhyoh samo
Bhutwa samatwam yoga ucyate.
Artinya:
Mantapkanlah dalam yoga dan lakukanlah kegiatanmu, wahai Dananjaya (Arjuna), lepaskanlah keterikatan dan tetap teguh baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, karena ketenangan pikiran itu disebut sebagai yoga.

  1. Bhagavadgita II. 49
Durena hy awaram karma
Buddhi-yogad dhananjaya,
Budhau saranam anwiccha
Krpanah Phala-hetawah
Artinya:
Sungguh sangat rendah derajat mereka yang hanya bekerja tanpa pendisiplinan kecerdasan (budhiyoga) wahai Dananjaya (Arjuna); berlindunglah pada kecedasan, kasihan mereka yang mengharapkan hasil dari kegiatan.

  1. Bhagavadgita II.50
Buddhi-yukto jahatiha
Ubhe sukrta-duskrte,
Tasmad yogaya yujyaswa
Yogah karmasu kausalam
Artinya:
Orang yang telah mempersatukan kecerdasannya dengan yang bersifat Ilahi, bahkan telah melepaskan yang baik maupun yang buruk. Karenanya, usahakanlah untuk melakukan yoga, sebab yoga merupakan ketrampilan dalam kegiatan kerja.

  1. Bhagavadgita XVIII. 5
Yajna-dana-tapah-karma
Na tyajyam karyam ewa tat,
Yajno danam tapas caiwa
Pawanani manisinam.
Artinya:
Kegiatan Yajna, dana, dan tapah jangan ditinggalkan tetapi harus dilaksanakan, karena kegiatan itu memurnikan orang-orang bijaksana.

  1. Bhagavadgita XVIII. 6
Etany api tu karmani
Sangam tyaktwa phalani ca,
Kartawyani me pharta
Niscitam matam uttamam
Artinya:
Tetapi kegiatan kerja inipun hendaknya dilaksanakan dengan melepaskan keterikatan dan keinginan pada hasilnya. Wahai Partha (Arjuna), hal ini merupakan keputusan-Ku yang terakhir.

  1. Bhagavadgita XVIII. 7
Niyatasya tu sannyasah
Karmano Nopapadyate,
Mohat tasya parityagas
Tamasah parikirtitah
Artinya:
Sesungguhnya melepaskan kewajiban yang harus dilakukan adalah tidak benar. Meninggalkan kewajiban karena kebodohan dinyatakan sebagai Tamasa.

  1. Bhagavadgita XVIII. 23
Niyatam sanga-rahitam
Araga-dwesatah krtam
Aphala-prepsuna karma
Yat tat sattvikam ucyate
Artinya:
Suatu kegiatan yang bersifat wajib, yang dilaksanakan tanpa keterikatan, tanpa kebencian oleh orang yang tak mengharapkan hasil, itu dikatakan sebagai sattvika.

  1. Bhagavadgita XVIII. 24
Yat tu kamepsuna karma
Sahankarena wa punah,
Kriyate bahulayasam
Tad rajasam udahrtam
Artinya:
Tetapi kegiatan kerja yang dilakukan dengan usaha keras oleh seseorang yang mencari pemenuhan keinginannya atau yang didorong oleh keakuan, dikatakan sebagi rajasa.

  1. Bhagavadgita XVIII. 25
Anubhandam ksayam himsam
Anapeksya ca paurusam,
Mohad arabhyate karma
yat tat tamasam ucyate
artinya:
Kegiatan yang kerja yang dilakukan karena kebodohan, tanpa memperdulikan akibat atau kerugian dan melukai, serta tanpa memandang kemampuannya, kegiatan dikatakan bersifat tamasika.

  1. Bhagavadgita XVIII.42
Samo damas tapah saucam
Ksantir arjawam ewa ca,
Jnanam wijnanam astikyam
Brahma-karma swabhawa-jam
Artinya:
Ketenangan, pengendalian diri, tapah, kemurnian, kesabaran, kejujuran, kebijaksanaan, pengetahuan, dan keyakinan dalam agama, semuanya ini merupakan kewajiban dari para Brahmana, yang berasal dari sifatnya sendiri.

  1. Bhagavadgita XVIII.43
Sauryam tejo dhrtir daksyam
Yuddhe ca`py apalayanam,
Danam iswara-bhawasca
Ksatram karma swabhawa-jam
Artinya:
Sifat kepahlawanan, pemberani, mantap, kemahiran, pantang mundur walaupun dalam pertempuran, kedermawanan dan kepemimpinan, semua itu merupakan kewajiban dari golongan Ksatria, yang berasal dari sifatnya sendiri.

  1. Bhagavadgita XVIII.45
Sve-sve karmany abhiratah
Samsiddhim labhate narah
Svakarmaniratah siddhim
yatha vindati tac chrnu
artinya:
Dengan mengabdikan kewajibannya sendiri manusia mencapai kesempurnaan. Bagaimana seseorang yang mengabdikan pada kewajibannya sendiri mencapai kesempurnaan, dengarkanlah ini.

  1. Bhagavadgita XVIII.47
Sreyan sva-dharmo vigunah
Para-dharmat svanusthitat
Svabhaya-niyatam karma
Kurvan napnoti kilbisam
Artinya:
Lebih baik dharmanya sendiri walaupun tidak sempurna melakukannya daripada dharna orang lain walaupun sempurna pelaksanaanya; karena orang tidak akan melakukan dosa bila melakukan dharmanya sendiri yang ditentukan oleh sifatnya.







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam kehidupan bermasyarakat Nitisastra diterapkan untuk menumbuhkan bibit-bibit moral yang dibawa lahir oleh manusia dan menemukan kecendrungan-kecendrungan buruk yang disebabkan oleh pengaruh Tri Guna. Kesatuan dan persatuan sosial diwujudkan dengan landasan Agama sehingga terbentuk masyarakat yang sejahtera atau jagadhita dan tercipta iklim sosial yang mengarah pada nilai-nilai Dharma, dengan itu tujuan cita-cita manusia terakhir yaitu Moksha akan terwujud.
Saran-saran
Kita sebagai manusia yang derajatnya lebih tinggi dari makhluk lainnya yang memiliki idep/pikiran dan mampu membedakan baik atau buruk perilaku kita di dalam masyrakat, jangan sampai kita terbawa arus kegelapan yang menyebabkan derajat kita lebih rendah dari binatang. Maka kuasailah diri kita sendiri dari sifat Tri Guna dan jagalah selalu perilaku kita di dalam masyrakat dengan selalu berbuat yang dibenarkan oleh ajaran Agama yaitu Dharma










DAFTAR PUSTAKA

  1. Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia.
  2. Suhardana, Drs. K.M. 2006. Pengantar Etika dan Moralitas Hindu. Surabaya: Paramita.
  3. Pudja MA. SH, G. 1999. Bhagavad Gita (Pancamo Veda). Surabaya: Paramita.
  4. Kajeng, I Nyoman, Dkk. 1997. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar