BAB
I
PENDAHULUAN
Bentuk
hubungan sosial yang mengarah kepada kebaikan yang disebut Set Sangsa dan
hubungan sosial yang mengarah kepada keburukan yang disebut Dur Sangsa. Terjadi
hubungan gerak seperti itu karena karakter manusia dibentuk oleh Tri Guna yaitu:
Satwam, Rajas, Tamas. Demikian pula Nitisastra mengarahkan hubungan sosial yang
berdasarkan profesionalisme. Hubungan akan menyebabkan masyarakat terjalin
dalam kondisi saling membutuhkan. Bagaimana bentuk-bentuk dan arah hubungan
yang dibenarkan oleh ajaran Nitisastra. Mengapa hubungan seperti itu dapat
terbentuk dan terarah. Demikian pula dalam masyarakat terjadi arah hubungan
yang menjauhi kebenaran. Mengapa masyarakat dapat mengarahkan hubungannya pada
hal-hal yang menjerumuskan kehidupan mereka pada neraka. Pembahasan ini akan
dilihat dari sudut Nitisastra sebagai ajaran moral yang menuntut manusia dalam
kebersamaannya. Di sini akan tampak bahwa agama Hindu tidak hanya membahas
hubungan manusia dengan Tuhan saja. Di satu segi Nitisastra memberikan ajaran
pada tata cara menyelenggarakan suatu kehidupan bernegara di lain pihak
mengajarkan pula tentang moral kemasyarakatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika dan Moralitas
Kata etika berasal dari
bahasa Yunani “Ethos” yang mempunyai banyak arti seperti watak, perasaan,
sikap, perilaku, karakter, tatakrama, tatasusila, sopan santun, ca berpikir dan
lain-lainnya. Sementara itu bentuk jamak dari kata “ethos” adalah “ta etha”
yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan moralitas dengan kata asal moral yang
memiliki pengertian sama dengan etika berasal dari bahasa latin “mos” (jamaknya
“mores”) yang berarti kebiasaan atau adat. Dengan latar belakang pengertian yang sama
seperti itu, maka sudah sejak zaman dahulu istilah etika dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Etika lalu diartikan sebagai ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak atau moral(W.J.S. Purwandarminta, 1966). Pengertian
etika lebih jauh diuraikan juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi tahun
1988 (Bertens, 2004). Kamus termaksud membedakan tiga makna mengenai etika itu:
a. Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral(akhlak).
b. Kumpulan
asas atau nialai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dengan urutan yang
dibalik, penertian etika itu masih tetap dibedakan dalam tiga makna( Bertens
K.,2004):
a. Nilai-nilai
dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam hal ini etika dirumuskan
sebagai system nilai yang bisa berfungsi baik dalam kehidupan manusia perseorangan
maupun pada tarap sosial.
b. Kumpulan
asas atau nilai moral, dalam hal ini sebagai kode etik.
c. Ilmu
tentang yang baik dan buruk. Di sini diartikan sebagai filsafat moral.
2.2 Etika, Moral dalam Nitisastra
Nitisastra berasal dari kata Niti, dalam
bahasa Sanskerta berarti kebijaksanaan
duniawi atau juga berarti “etika sosial Politik” Niti juga berarti
tuntunan politik. Nitisastra adalah nama daripada Arthasastra. Arthasastra
bagian dari Upaweda. Arthasastra merupakan aspek Weda yang mengkhususkan pada
penjabaran lebih lanjut mengenai ilmu bangun masyarakat sejahtera. Di dalamnya
menyangkut aspek ideology moral, ekonomi dan manajemen. Pembangunan masyarakat
adalah merupakan cita-cita Hindu yang paling mendasar. Cita-cita tersebut
adalah nenciptakan masyarakat sejahtera secara materiil yang disebut jagadhita
dan cita-cita terakhir dari manusia yang disebut moksha.
Dalam Wraspati Tatwa menjelaskan,
pertemuan antara Sukla dan Swanita melahirkan tiga jenis makhluk hidup yaitu ;
Stawira yaitu tumbuh-tumbuhan, Yang gama yaitu binatang dan Manusa yaitu
manusia. Stawira dengan ekopramana bayu, Yang gama dengan dwipramana yaitu: bayu
dan sabda, Manusa dengan tripramananya yaitu: bayu, sabda dan idep. Kalau kita
perhatikan kesemuanya itu adalah bersumber dari ajaran Samkhya Darsana. Dalam
ajaran Samkhya semua yang ada dari ciptaan Tuhan ini adalah berasal dari Purusa
dan Pradana. Timbulnya berbagai perbedaan di antara makhluk hidup termasuk
manusia adalah karena perbedaan kualitas dari pengaruh Tri Guna. Tri Guna
itulah sebagai penyebab adanya sifat-sifat atau karakteristik manusia. Ada
manusia yang didominasi oleh Satwan, ada oleh Rajas dan ada oleh Tamas. Dalam
Sarasamuscaya disebutkan hanya manusialah yang mampu berbuat baik atau buruk.
Karena manusia dapat berbuat baik dan buruk. Hal inilah yang menyebabkan
terbentuknya dua arah perbuatan manusia dalam masyarakat yaitu berbuat yang
meningkatkan kehidupan bersama dan berbuat merusak kehidupan bersama. Dalam
Sarasamuscaya, sloka 2, disebutkan:
Manusah
sarvabhutesu varttate vai subhasubhe asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.
Ri sakwehning
sarwa bhuta iking janma wwang juga
wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma
juga ikang asubhakarma phalaning dadi wwang.
Artinya:
Di
antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan manusia sajalah, yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik,
segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi
manusia.
Dari penjelasan Sarasamuscaya ini tegas
dicantumkan bahwa manusia tidak dapat menghindari dari perbuatan baik dan
perbuatan buruk. Tetapi dinyatakan keberhasilan manusia di dalam hidupnya
justru melebar perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik. Akibat dari kedua
perbuatan manusia itu terjadi gerak masyarakat ada yang bergerak ke arah
kebaikan dan ada yang bergerak ke arah keburukan. Oleh karena itu manusia di
dunia ini, dibagi menjadi dua kecenderungan dari sifat-sifatnya. Dua
kecendrungan itu adalah:
- Dewi Sampad, yang dijelaskan dalam Bhagavadgita XVI. 3 :
Tejah ksama dhrittih sancam
Adribo na timanita
Bhavanti sampadan daiwin
Abhijatasya bharata
Artinya:
Kuat,
suka mengampuni, teguh iman, suci, tidak membenci bebas dari rasa sombong,
semua ini wahai Bharata adalah milik orang yang dilahirkan dengan sifat-sifat
dewata.
- Asuri Sampad, yang dijelaskan dalam Bhagavadgita XVI. 4 :
Dambho darpo bhimanas ca
Krodhah parusyam eva ca
Ajnanam ca bhijayasya
Partam sampadam asurim
Artinya:
Sifat
takabur, angkuh dan membanggakan diri, pemarah, kasar dan bodoh, semuanya ini
adalah tergolong pada orang yang dilahirkan dengan sifat keraksasaan.
Demikianlah
dua sifat manusia yang berlawanan arah yang menyebabkan manusia saling
berbenturan dalam masyarakat. Sifat-sifat yang tergolong baik itu disebutkan
dalam Bhagavadgita XVI. 1 :
Abhayam
sattvasamsuddhir jnanayoga vyavasthitih
Danam danas cha yajna cha svadhayayas
tapa arjavam
Artinya:
Tak
gentar suci hati bijaksana, mendalami yoga dan ilmu pengetahuan, dermawan,
menguasai indria, berupa cara kebhaktian, mempelajari kitab-kitab sastra, hidup
sederhana dan jujur.
Bhagavadgita
XVI. 2 , menjelaskan pula sifat-sifat baik itu, sbb:
Ahimsa satyam akrodhas
Tyagah santir apaisunam
Daya bhuteshv aloluptam
Mardavam grir achapalama
Artinya:
Tanpa
kekerasan, benar, bebas dari kemarahan, tanpa rasa aku, tenang, tidak suka
memfitnah, kasih sayang kepada sesama makhluk, bebas dari nafsu loba, lemah
lembut, sopan dan dalam keseimbangan jiwa.
Sifat-sifat
yang tergolong yang memiliki kecendrungan Asuri Sampad disebutkan dalam
Bhagavadgita XIV. 12. 13, sbb:
Lobham pravittir arambhah
Karmanam asamah spriha
Rajasy etani jayante
Vivridhe bharatashabha
Artinya:
Serakah,
giat dalam berusaha, kegelisahan dan kerinduan merajarela, apabila rajas tambah
berkuasa wahai banteng di antara keturunan Bharata.
Aprakaso
pravittis eva cha
Pramado
moha eva cha
Tamasy
etani jayante
Vivridhe
kurunandana
Artinya:
Kegelapan,
kelesuan, kebodohan dan kekacauan timbul apabila tamas yang akan berkuasa.
Wahai kesayangan di antara keluarga kuru.
Demikian
beberapa kutipan mengetengahkan tentang kecendrungan sifat manusia yang
ditentukan oleh pengaruh Tri Guna sebagai salah satu unsure yang membentuk alam
pikiran setiap orang.
Sloka Veda
Tentang Nilai Moral / Etika dan Budaya Kerja
- Yajurveda XL.2
Kurvan eveha karmânņi
Jijīviset satam samah
Evam tvayi nanyatheto-asti
Na karma lipyate nare.
Artinya:
Orang hendaknya suka hidup di dunia ini dengan kerja keras
selama seratus tahun. Tidak ada cara yang lain bagi keselamatan seseorang.
Suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak,
menjauhkan pelaku dari keterikatan.
- Atharvaveda XX.18.3
Icchanti devah sunvantam
Na svapnaya sprhayanti.
Yanti pramadam atandrah.
Artinya:
Para dewa menyukai orang – orang yang bekerja keras. Para
Dewa tidak menyukai orang – orang yang gampang – gampangan dan bermalas –
malas. Orang – orang yang selalu waspada mencapai kebahagiaan yang agung.
- Rgveda X.53.8
Asmanvati
riyate sam rabhadhvam
Uttisthata pra
tarata sakhayah.
Atra jahama ye
asan asevah
Sivan vayam
uttaremabhi vajan.
Artinya:
Ya para
sahabat, dunia yang penuh dosa dan kesedihan sedang lewat bagaikan sebuah
sungai, alirannya yang dihalangi oleh batu-batu besar yang berat. Tekunlah,
bangkit dan seberangilah, tinggalkanlah pengikut yang tak berbudi. Seberangilah
sungai kehidupan itu untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran.
- Rg Veda I.411.6
Sa ratnam
martyo vasu
Visvam tokam
uta tmana
Accha
gacchati-asthrta
Artinya:
Orang yang
tidak kenal lelah memperoleh permata-permata, segala macam kekayaan dan anak
cucu berkat ketekunannya.
- Atharvaveda X. 53. 8
Krtam me daksine haste
Jayo me savya ahitah
Gojid bhuyasam asyajid
Dhanamjayo hiranyajit
Artinya:
Ketekunan
semoga ada di tangan kanan dan kejayaan ada di tangan kiri. Semoga kami
mendapatkan sapi-betina, kuda, kekayaan dan emas.
- Rgveda X 42. 10
Gobhis
tarkma-amatim durevam
Yavena ksudham
puruhuta visvam
Vayam rajabhih
prathama dhanani-
Asmakev janena
jayema
Artinya:
Ya, Tuhan Yang
Maha Esa, Sang Hyang Widhi, semoga kami menyeberangi kemiskinan yang tidak bisa
itu dengan memperoleh sapi-sapi betina itu. Semoga kami mengatasi rasa lapar
kami dengan memilikki makanan padi-padian seperti gandum, semoga kami
memperoleh kekayaan dari para raja dan mencapai keberhasilan dengan usaha-usaha
kami.
- Rgveda X. 117.7
Krsan it phala
asitam krnoti
Yan adhvanam
apa vrnkte caritraih
Vadan brahma
vadato vaniyan
Prnan apir
aprnantam abhi syat
Artinya:
Sebuah mata
bajak yang membajak menghasikan padi-padian, seorang laki-laki yang berjalan
menteberangi jalanan. Seorang laki-laki yang terpelajar menyanyikan
mantra-mantra Veda, adalah lebih unggul daripada seorang yang tetap diam. Orang
yang dermawan melebihi orang yang tidak menolong temannya.
- Rg veda VII.32.9
Ma sredhata
somino daksata mahe
Krnudhvam raya
atuje
Taranir ij
jayati kseti pusyati
Na devasah
kavatnave
Artinya:
Wahai
orang-orang yang berpikiran mulia, janganlah tersesat, janganlah tersesat.
Tekunlah dan dengan tekad yang keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang tinggi.
Bekerjalah dengan tekun untuk memperoleh kekayaan. Orang yang bersemangat
(tekun sekali) berhasil, hidup berbahagia dan menikmati kemakmuran. Para dewa
tidak pernah menolong orang yang bermalas-malas.
- Rgveda X. 91.3
Sudakso daksaih
kratunasi
Sukratur agne
kavih kavyenasi visvavit
Vasur vasunam
ksayasi tvam eka id
Dvaya ca yani
prthivi ca pusyatah
Artinya:
Sang Hyang Agni
(Tuhan Yang Mahaua Esa), Engkau berdaya guna dengan perbuatan-perbuatan yang
berbudi luhur, Engkau bersemangat dengan kegiatan-Mu. Engkau seorang bagi
penerima wahyu Veda. Engkau adalah yang maha mengetahui, Engkau adalah
pendukung lima unsur yang agung (Panca Maha Bhuta). Engkau adalah
satu-satunya penguasa atas semua benda, yang terpelihara oleh langit (sorga)
dan bumi (dunia).
- Rgveda IV. 33. 11
Na rte
srantasya sakhyaya devah
Artinya:
Para Dewa
menolong orang yang tidak dilelahkan oleh kerja keras yang berat.
- Rgveda X.60.12
Ayam me hasto
bhagavan
Ayam me
bhagavattarah
Artinya:
Semoga tangan
kananku beruntung dan tangan kiriku yang lebih beruntung.
- Rgveda.4.12
Atandraso avrka
asramisthah
Artinya:
Ya Sang Hyang
Agni (Tuhan Yang Maha Esa), hanya orang yang giat, tulus hati dan tidak kenal
lelah, berhasil dalam kehidupan.
- Rgveda. IV.25.6
Nasusver apir
na sakha na jamih
Artinya:
Tuhan Yang Maha
Esa, Sang Hyang Widhi, bukanlah sahabat, kerabat atau sanak saudara dari orang
yang malas.
- Canakya Nitisastra VII.2.
Dhana-dhanya
prayogesu vidya saygrahanenu ca,
Ahare vyahara
ca tyakta lajjaa sukhi bhavet
Artinya:
Dalam urusan
mencari beras dan dalam urusan keuangan, dalam hal menuntut ilmu, dalam hal
menikmati makanan dan dalam hal berdagang, orang hendaknya meninggalkan rasa
malu. Orang tersebut akan memperoleh
kebahagiaan.
- Sarasamuccaya 261
Dharmenarthah samaharyo
Dharmalabdham triad dhanam,
Kartavyam dharma paramam
Manavena prayatnatah
Artinya:
Dengan cara berusaha memperoleh sesuatu hendaklah
berdasarkan dharma. Dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga,
guna melaksanakan (biaya) mencapai yang tga itu; perhatikanlah itu baik-baik.
- Bhagavadgita II. 47
Karmany ewadhikaraste
Ma phalsesu kadacana,
Ma karma-phala-hetur bhur
Mate sango `stw akarmani
Artinya:
Tugasmu hanya berbuat dan jangan sekali-sekali mengharap akan
hasil; jangan sekali-kali hasil yang menjadi motifmu ataupun sama sekali
terikat dengan tanpa kegiatan.
- Bhagavadgita II. 48
Yoga-sthah kuru karmany
Sangam tyaktwa dhananjaya,
Siddhi-asiddhyoh samo
Bhutwa samatwam yoga ucyate.
Artinya:
Mantapkanlah dalam yoga dan lakukanlah kegiatanmu, wahai
Dananjaya (Arjuna), lepaskanlah keterikatan dan tetap teguh baik dalam
keberhasilan maupun kegagalan, karena ketenangan pikiran itu disebut sebagai
yoga.
- Bhagavadgita II. 49
Durena hy awaram karma
Buddhi-yogad dhananjaya,
Budhau saranam anwiccha
Krpanah Phala-hetawah
Artinya:
Sungguh sangat rendah derajat mereka yang hanya bekerja
tanpa pendisiplinan kecerdasan (budhiyoga) wahai Dananjaya (Arjuna);
berlindunglah pada kecedasan, kasihan mereka yang mengharapkan hasil dari
kegiatan.
- Bhagavadgita II.50
Buddhi-yukto jahatiha
Ubhe sukrta-duskrte,
Tasmad yogaya yujyaswa
Yogah karmasu kausalam
Artinya:
Orang yang telah mempersatukan kecerdasannya dengan yang
bersifat Ilahi, bahkan telah melepaskan yang baik maupun yang buruk. Karenanya,
usahakanlah untuk melakukan yoga, sebab yoga merupakan ketrampilan dalam
kegiatan kerja.
- Bhagavadgita XVIII. 5
Yajna-dana-tapah-karma
Na tyajyam
karyam ewa tat,
Yajno danam
tapas caiwa
Pawanani
manisinam.
Artinya:
Kegiatan Yajna,
dana, dan tapah jangan ditinggalkan tetapi harus dilaksanakan, karena kegiatan
itu memurnikan orang-orang bijaksana.
- Bhagavadgita XVIII. 6
Etany api tu
karmani
Sangam tyaktwa
phalani ca,
Kartawyani me
pharta
Niscitam matam
uttamam
Artinya:
Tetapi kegiatan
kerja inipun hendaknya dilaksanakan dengan melepaskan keterikatan dan keinginan
pada hasilnya. Wahai Partha (Arjuna), hal ini merupakan keputusan-Ku yang
terakhir.
- Bhagavadgita XVIII. 7
Niyatasya tu
sannyasah
Karmano
Nopapadyate,
Mohat tasya
parityagas
Tamasah
parikirtitah
Artinya:
Sesungguhnya melepaskan kewajiban yang harus dilakukan
adalah tidak benar. Meninggalkan kewajiban karena kebodohan dinyatakan sebagai
Tamasa.
- Bhagavadgita XVIII. 23
Niyatam
sanga-rahitam
Araga-dwesatah
krtam
Aphala-prepsuna
karma
Yat tat
sattvikam ucyate
Artinya:
Suatu kegiatan
yang bersifat wajib, yang dilaksanakan tanpa keterikatan, tanpa kebencian oleh
orang yang tak mengharapkan hasil, itu dikatakan sebagai sattvika.
- Bhagavadgita XVIII. 24
Yat tu
kamepsuna karma
Sahankarena wa
punah,
Kriyate
bahulayasam
Tad rajasam
udahrtam
Artinya:
Tetapi kegiatan kerja yang dilakukan dengan usaha keras oleh
seseorang yang mencari pemenuhan keinginannya atau yang didorong oleh keakuan,
dikatakan sebagi rajasa.
- Bhagavadgita XVIII. 25
Anubhandam ksayam himsam
Anapeksya ca paurusam,
Mohad arabhyate
karma
yat tat tamasam
ucyate
artinya:
Kegiatan yang kerja yang dilakukan karena kebodohan, tanpa
memperdulikan akibat atau kerugian dan melukai, serta tanpa memandang
kemampuannya, kegiatan dikatakan bersifat tamasika.
- Bhagavadgita XVIII.42
Samo damas tapah saucam
Ksantir arjawam ewa ca,
Jnanam wijnanam astikyam
Brahma-karma swabhawa-jam
Artinya:
Ketenangan, pengendalian diri, tapah, kemurnian,
kesabaran, kejujuran, kebijaksanaan, pengetahuan, dan keyakinan dalam agama,
semuanya ini merupakan kewajiban dari para Brahmana, yang berasal dari
sifatnya sendiri.
- Bhagavadgita XVIII.43
Sauryam tejo dhrtir daksyam
Yuddhe ca`py apalayanam,
Danam iswara-bhawasca
Ksatram karma swabhawa-jam
Artinya:
Sifat kepahlawanan, pemberani, mantap, kemahiran, pantang
mundur walaupun dalam pertempuran, kedermawanan dan kepemimpinan, semua itu
merupakan kewajiban dari golongan Ksatria, yang berasal dari sifatnya
sendiri.
- Bhagavadgita XVIII.45
Sve-sve karmany abhiratah
Samsiddhim labhate narah
Svakarmaniratah siddhim
yatha vindati tac chrnu
artinya:
Dengan
mengabdikan kewajibannya sendiri manusia mencapai kesempurnaan. Bagaimana
seseorang yang mengabdikan pada kewajibannya sendiri mencapai kesempurnaan,
dengarkanlah ini.
- Bhagavadgita XVIII.47
Sreyan
sva-dharmo vigunah
Para-dharmat
svanusthitat
Svabhaya-niyatam
karma
Kurvan napnoti
kilbisam
Artinya:
Lebih baik
dharmanya sendiri walaupun tidak sempurna melakukannya daripada dharna orang
lain walaupun sempurna pelaksanaanya; karena orang tidak akan melakukan dosa
bila melakukan dharmanya sendiri yang ditentukan oleh sifatnya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
kehidupan bermasyarakat Nitisastra diterapkan untuk menumbuhkan bibit-bibit
moral yang dibawa lahir oleh manusia dan menemukan kecendrungan-kecendrungan
buruk yang disebabkan oleh pengaruh Tri Guna. Kesatuan dan persatuan sosial
diwujudkan dengan landasan Agama sehingga terbentuk masyarakat yang sejahtera
atau jagadhita dan tercipta iklim sosial yang mengarah pada nilai-nilai Dharma,
dengan itu tujuan cita-cita manusia terakhir yaitu Moksha akan terwujud.
Saran-saran
Kita
sebagai manusia yang derajatnya lebih tinggi dari makhluk lainnya yang memiliki
idep/pikiran dan mampu membedakan baik atau buruk perilaku kita di dalam
masyrakat, jangan sampai kita terbawa arus kegelapan yang menyebabkan derajat
kita lebih rendah dari binatang. Maka kuasailah diri kita sendiri dari sifat
Tri Guna dan jagalah selalu perilaku kita di dalam masyrakat dengan selalu
berbuat yang dibenarkan oleh ajaran Agama yaitu Dharma
DAFTAR
PUSTAKA
- Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia.
- Suhardana, Drs. K.M. 2006. Pengantar Etika dan Moralitas Hindu. Surabaya: Paramita.
- Pudja MA. SH, G. 1999. Bhagavad Gita (Pancamo Veda). Surabaya: Paramita.
- Kajeng, I Nyoman, Dkk. 1997. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar