MENGATASI KEKECEWAAN DALAM HIDUP.
oleh I Ketut Wiana.
Dirundung
suka dan duka dalam hidup di dunia ini sudah merupakan suatu kodrat. Kodrat itu
timbul karena adanya hokum Rwa Bhineda yang diciptakan Tuhan. Semua ciptaan
Tuhan tidak ada yang bebas dari hukum Rwa Bhineda, artinya tidak ada yang
sempurna. Hanya Tuhan yang Mahasempurna. Semua ciptaan Tuhan memilki kelebihan
dan kekurangan. Karena itu setiap orang yang lahir ke dunia ini akan mengalami
dinamika suka dan duka. Karena itu dalam Bhagavadgita XIII,8, disebutkan, salah
satu dari enam kelemahan manusia yang lahir kedunia ini adalah duhka (duka).
Keenam kelemahan tersebut hendaknya selalu direnungkan dalam hidup sehari-hari
agar kelemahan dapat dikurangi dampak negatifnya pada kehidupan manusia. Kelemahan
yang lain sebagai makhluk hidup, manusia pasti akan mati. Dalam bhagavadgita
tersebut dinyatakan dengan istilah Janma dan Mrtyu. Janma artinya lahir dan
Mrtyu artinya mati. Karena pasti akan mati, maka sebelum mati, hidup ini
hendaknya diisi dengan kehidupan yang benar dan baik agar jangan waktu hidup
disia-siakan.
Tiga
kelemahan yang lainnya adalah Vyadhi (maksudnya manusia bisa sakit), Jara (umur
tua renta) dan dosa, maksudnya manusia dalam hidupnya ini selalu diintai oleh
perbuatan dosa. Itulah enam kelemahan manusia yang harus selalu direnungkan
agar kita menjadi waspada dalam hidup. Merenungkan duka, agar dampak yang
ditimbulkan oleh duka itu tidak sampai menjerumuskan manusia kedalam kehidupan
yang semakin terpuruk ke lembah dosa. Duka seperti rasa kecewa hendaknya selalu
dijadikan perhitungan dalam setiap bertindak. Setiap langkah yang dilakukan
sudah dapat dipastikan menimbulkan dua akibat yaitu berhasil sesuai dengan yang
diharapkan atau gagal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dua akibat itu
sudah dapat dipastikan. Karena itu tiap orang hendaknya menyiapkan diri untuk
memahami dan menghadapi dua akibat tersebut. Sukses dan gagal itu juga kena
pengaruh hukum Rwa Bhineda. Secara umum sukses itu akan member dampak yang
positif pada kehidupan karena sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun kalau
keberhasilan itu tidak dipahami dengan benar, keberhasilan itu dapat juga
menimbulkan dampak negatif. Sebagai contoh, ada seorang pegusaha sukses mengembangkan
bisnisnya sampai ia menjadi orang kaya. Ia punya simpanan duit milyaran rupiah.
Di manapun ia bicara, keberhasilannya itu selalu ditonjolkan. Sampai-sampai ia
menanyakan umur bawahannya yang lebih muda. Setelah bawahannya menyebutkan
umurnya, sang pengusaha pun dengan sombongnya menyebutkan bahwa ia pada umur
sekian itu sudah mampu beli mobil mewah dengan harga mahal. Di manapun ia
pidato selalu menonjolkan dirinya dengan menyebut-nyebut jumlah kekeyaan yang
dimilki disertai ejekan pada bawahannya yang tidak kaya. Karena itu banyak
pihak lingkungan sosialnya menjadi tidak senang dengan penampilannya yang
sombong itu.
Contoh
orang yang sombong karena keberhasilannya itu banyak sekali kita jumpai dalam
berbagai bidang kehidupan. Banyak orang sukses sampai kehilangan diri karena
kesuksesannya itu. Di sinilah diperlukan suatu penanaman sikap keagamaan yang
pada intinya untuk lebih menanamkan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Di
luar diri kita Tuhanlah yang paling kuasa. Tanpa seizing Tuhan tidak dapat
mudah mencapai sesuatu sukses. Demikian juga peran keluarga, lingkungan social
dan lingkungan alam sangat besar artinya bagi keberhasilan seseorang dalam
hidup ini. Kalau hal ini dapat dipahami
maka sifat sombong itu pasti dapat diredam.
Berbeda
halnya dengan kegagalan yang dapat menimbulkan kekecewaan. Kegagalan itu
umumnya sangat tidak diharapkan oleh tiap orang yang normal dalam hidup ini.
Meskipun kegagalan itu tidak diharapkan, kadang-kadang ia datang sebagai suatu
kenyataan hidup yang harus kita hadapi. Kalau kegagalan di atas dengan pemahaman
yang benar dan baik, maka kegagalan itu awal dari suatu kesuksesan. Namun kalau
ia tidak dipahami dengan baik banyak orang justru semakin hancur karena
kegagalan itu. Ia bisa mengamuk, frustrasi, rendah diri, hilangnya semangat
hidup, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Kesuksesan dan kegagalan itu
sesungguhnya buah dari pada karma yang pernah kita lakukan baik pada masa
sebelumnya ataupun masa kini bahkan juga pada masa penjelmaan yang lampau.
Kapan dan bagaimana wujud pahala dari perbuatan kita itu hokum Tuhanlah yang
menentukan. Kegagalan yang kita jumpai dalam perjuangan hidup ini kemungkinan
disebabkan karena perbuatan yang kita lakukan belum memenuhi syarat untuk
mendatangkan sukses. Karena itu sebaiknya tidak buru-buru mencari penyebab
kegagalan di luar diri kita. Kecewa karena gagal itu memang sangat manusiawi.
Namun penyebab kekecewaan itu hendak dicari terlebih dahulu pada diri kita,
jangan terlalu cepat mencari penyebabnya pada diri orang lain. Yakinlah tanpa
ada kekurangan pada diri kita Tuhan tidak akan mengizinkan kekuatan luar
membuat diri kita gagal.
Kalau
pemahaman dan perbuatan kita pada hidup ini sudah berada pada jalur dharma,
Tuhan pasti melindungi dan mengantarkan pada keberhasilan. Karena itu, kalau
kita gagal mencapai sesuatu janganlah membangkitkan rasa dendam pada pihak
luar. Masih ada hari-hari berikutnya untuk meraih kesuksesan bahkan mungkin
dalam penjelmaan berikutnya. Dengan demikian, kita tidak perlu kecewa.
Lebih-lebih dalam perjuangan politik sangat bahaya sekali mendekatinya dengan
gejolak emosional yang berlebihan. Pergulatan politik hendaknya lebih
menonjolkan pendekatan dengan pertimbangan yang rasional. Kemenangan dalam
pergolakan politik itu sesungguhnya ada pada keberhasilan meletakkan pergulatan
politik pada norma politik yang telah diberlakukan. Sepanjang norma tersebut
dijadikan dasar pedoman, itulah suatu kemenangan bersama. Artinya kalau proses
demokrasi yang berdasarkan hokum dapat bergulir dengan baik itulah kemenangan.
Karena itu, semestinya tidak ada yang patut dikecewakan sampai menimbulkan
frustrasi yang dapat mengganggu jiwa.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar