Kamis, 04 Juni 2015

Siwa Rudra Surya



BAB I
PENDAHULUAN


Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Dewa Siwa memiliki nama lain yaitu, Jagatpati, Nilakantha, Parameswara, Rudra, dan Trinetra. Oleh umat Hindu Bali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengider Dewata Nawa Sangga , Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini. Aksara sucinya I dan Ya. Kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Bhatara Guru. Dewa Siwa juga disebut Siwa Rudra, dalam Rig Weda, Rudra semakin banyak dipuja bahkan diidentikkan dengan Siwa (Siwa Rudra). Selain itu juga, dalam Lontar Siwagama diuraikan bahwa Bhatara Siwa memiliki murid  para dewa, diantaranya ada murid yang paling  pintar dan bisa meniru Siwa, murid ini adalah Bhatara Surya dengan kepintarannya itu Bhatara Surya dianugrahi nama tambahan yaitu Sanghyang Siwa Raditya yang berwenang sebagai wakilNya di dunia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Siwa Rudra dan Siwa Raditya (Surya)
2.1.1 Siwa Rudra
Rudra adalah dewa yang termasuk gugusan dewa-dewa dalam Kitab Weda, dalam Kitab Reg Weda, nama Rudra sedikit disebut, tetapi dalam berbagai kitab sesudah Reg Weda, Rudra semakin banyak dipuja dan bahkan diidentikkan dengan Siwa (Siwa-Rudra). Dalam Kitab Yajurweda dan Atharwaweda, Rudra digambarkan sebagai laki-laki bertubuh besar, perut warna biru, punggung berwarna merah, kepala biru (Nilagriwa), rambut keriting panjang terurai, seluruh tubuh memancar sinar keemasan. Tangannya memegang busur dan panah yang bercahaya. Karakternya sangat angker, sangat menakutkan dan mengerikan.
Dalam Reg Weda disebut Rudra sebagai pemburu Ilahi, menyusuri jalan sepi, mencari orang yang bisa dimangsanya. Dia Asura Agung dari sorga. Dalam Kitab Atharwa Weda disebutkan Rudra sebagai raja semesta, melepaskan anak panahnya kepada siapa pun yang dikehendaki, dan anak panahnya menyebabkan kematian atau memberi penyakit. Bahkan para dewa pun takut, bahwa Rudra akan menghancurkan mereka, karena tidak ada yang lebih kuat daripadanya.
Uniknya, Rudra memiliki sifat Rwa Bhineda, yaitu menakutkan/ghora dan tenang/santa. Rudra sebagai pembunuh kejam tetapi sekaligus memberi kelembutan yang luar biasa. Rudra membunuh dan menghidupkan, menyakiti dan menyembuhkan. Tak seorangpun dapat lepas dari tangannya. Bukan hanya sebagai perusak besar, tapi  juga penyembuh Ilahi dengan persediaan ribuan macam jampi. Tangannya suka mengelus menyembuhkan dan menyejukkan, serta dapat mengusir penyakit-penyakit yang disebabkan oleh dewa-dewa lainnya.
Dalam Atharwa Weda lebih lanjut disebutkan, Rudra diberi gelar Pasupati sebagai raja kawanan ternak. Dalam wujud inilah para pemuja suka memujinya, sebab mereka menganggap diri mereka sebagai bagian dari kawanan ternak, dan Rudra adalah raja kawanan ternak. Bahkan lebih itu, Rudra adalah rajanya dari kehidupan liar di hutan. Rudra tinggal di gunung dan hutan sebagai pemuja Lingga.
Dalam diri Rudra sendiri pertentangan-pertentangan dipertemukan tapi belum didamaikan. Berbeda dengan Siwa, dalam diri Siwa juga terdapat pertentangan-pertentangan yang dipertemukan untuk diatasi dan diperdamaikan.
Nama Rudra juga terdapat dalam Kitab Buana Kosa. Kitab Buana Kosa menyebutkan Rudra sebagai bagian dari Tri Murti. Pada VII.25, disebutkan, “Utpatti Bhagawan Brahma, sthiti Wisnuh tathe waca, pralina Bhagawan Rudrah, trayastre lokya saranah”. Artinya: Bhatara Brahma sebagai pencipta, Bhatara Wisnu memelihara, Bhatara Rudra melebur. Ketiga dewa itu menjadi pelindung dunia.
Dalam pengider-ider di Bali, Rudra ditempatkan pada arah mata angin di barat daya (neiriti). Dalam hal ini Rudra sebagai manifestasi Siwa, bagian dari Dewata Nawa Sanga, dengan Siwa berada di tengah-tengah (madya). Dalam pengider-ider, Rudra digambarkan bersenjata Moksala, wahananya kerbau, urip 3, warna orange, aksara suci Mang, dengan wuku warigadean, pahang, dan prangbakat.
Rudra dikenal sebagai dewa penyebab kematian, penyebab dan penyembuh penyakit. Rudra juga dikenal sebagai penguasa angin topan, pelebur alam semesta.  Untuk mencegah terjadinya kehancuran akibat kemarahannya, maka Rudra dipuja secara istimewa dengan doa-doa khusus untuk ‘menenangkan’ dan meredakan kemarahannya. Sifat Rudra yang pemarah itu sangat terkait dengan riwayat kelahirannya. Kisah kelahiran Rudra terdapat dalam beberapa Purana dengan beragam cerita. Disebutkan Rudra lahir dari kening Brahma yang sedang marah. Rudra yang lahir ini berbadan setengah laki-laki dan setengah perempuan. Dari tubuh Rudra ini lahirlah sebelas putra Rudra. Badan Rudra yang berjumlah sebelas ini menurut kitab Wisnu Purana merupakan asal mula Eka Dasa Rudra.
 Konsep tentang sebelas Rudra telah dikembangkan di dalam Reg Weda. Kedelapan Wasu dan ketiga Prana bersama-sama membentuk angka sebelas sebagai sebelas Rudra. Penjelasan tentang Rudra dijabarkan di dalam upanishad-upanishad, di mana ke sebelas Rudra adalah simbol-simbol dari sebelas kekuatan-kekuatan prana. Kesebelas Rudras yang mengatur alam semesta (buana agung dan buana alit), diantaranya Kapali, pingala, Bima, Virupaksha, Vilohita, Shasta, Ajapada, Abhirbudhnya, Shambu, Chanda, dan Bhava.
1.        Kapali menunjukkan tulang (dinyatakan dalam istilah feminin) atau                   cangkir /mangkuk yang digunakan untuk menyimpan makanan. Dengan kata lain bisa disebut sebagai kepala perempuan atau penyedia perempuan. Ini menunjukkan kekuatan Rudra tertanam jauh di dalam Amba. 
2.        Pingala menunjukkan api coklat kemerahan. Ini adalah api yang dimulai di Amba bawah pengaruh Purusha 
3.        Bima menunjukkan kekuatan, kuat hebat dan luar biasa. Ini adalah gaya Prana (Angkatan Kuat atau gluon dalam istilah modern) yang terbentuk api di Amba, 
4.        Virupa-aksha menunjukkan multi-lipat, multi-warna mata. Ini adalah Aksi / Caksu kekuatan ( tenaga lapangan) yang berasal dari Amba, 
5.        Vilohita menunjukkan kekuatan merah tua. Merah menunjukkan jarak jauh. Ini adalah Higgs kekuatan-bidang yang memiliki jangkauan panjang dengan intensitas rendah (Higgs lapangan) 
6.        Abhirbudnya menunjukkan sesuatu yang di kedalaman atau jauh di dalam inti. Ini adalah Getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba bergetar seperti partikel Core (Baryon), 
7.        Shasta menunjukkan untuk menahan, mengendalikan, perintah atau perintah. Ini adalah getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba terlihat seperti partikel tersembunyi, yang merupakan 'Mana' Partikel (meson) 
8.        Ajapada menunjukkan kambing berkaki. Ini adalah getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba untuk menjauh dan membentuk partikel Satelit (lepton) dengan Getaran yang berbeda. Ini adalah kekuatan yang membawa dalam Apana (mengusir kekuatan atau Angkatan Lemahnya boson W dan Z) dan memulai proses dari Peluruhan Radio-aktif yang tidak lain adalah kematian. Hal ini disebut sebagai kambing berkaki dengan kekuatan atom bisa dibentuk dengan penta / struktur heksagonal. (Orbit elips beberapa partikel satelit sekitar partikel inti membentuk struktur kaki berbentuk kambing) 
9.        Bhava menunjukkan datang ke keberadaan atau kelahiran. Ini adalah getaran yang menyebabkan ziznam. 
10.    Chanda menunjukkan memikat atau mengundang. Ini adalah getaran yang menyebabkan Reta yang berarti aliran bergerak atau mengalir. 
11.    Shambu menunjukkan mempertemukan atau bertemu atau bergabung. Ini adalah getaran yang menyatukan ziznam, reta dan Apa dan menyediakan platform untuk hidup, 
2.1.1.1  Pura Luhur Uluwatu sebagai Tempat Pemujaan Dewa Siwa Rudra
   Pura Luhur Uluwatu berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra dan terletak di barat daya Pulau Bali. Pura Luhur Uluwatu didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan Padma Bhuwana. Sebagai pura yang didirikan dengan konsepsi Sad Winayaka Pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan untuk melestarikan Sad Kertih (Atma Kerti, Samudra Kerti, Danu Kerti, Wana Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti). Sementara sebagai pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Padma Bhuwana Pura Luhur Uluwatu didirikan sebagai aspek Tuhan yang menguasai arah barat daya. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi energi kepada ciptaannya. Ida Pedanda Punyatmaja Pidada saat masih walaka pernah beberapa kali menjabat ketua Parisada Hindu Dharma Pusat menyatakan bahwa di Pura Luhur Uluwatu memancar energi spiritual tiga dewa. Kekuatan suci ketiga Dewa Tri Murti (Brahma, Wisnu dan Siwa) menyatu di Pura Luhur Uluwatu. Karena itu, umat yang membutuhkan dorongan spiritual untuk menciptakan, memelihara dan meniadakan sesuatu yang patut diadakan, dipelihara dan dihilangkan sering sangat khusyuk memuja Dewa Siwa Rudra di Pura Luhur Uluwatu. Salah satu ciri hidup yang ideal menurut pandangan Hindu adalah menciptakan segala sesuatu yang patut diciptakan. Memelihara sesuatu yang patut dipelihara dan menghilangkan sesuatu yang sepatutnya dihilangkan. Menciptakan, memelihara dan menghilangkan sesuatu yang patut itu tidaklah mudah. Berbagai hambatan akan selalu menghadang.

2.1.2 Siwa Raditya (Surya)
Menurut kepercayaan umat Hindu Surya adalah Dewa Matahari. Surya juga diadaptasi ke dalam dunia pewayangan sebagai dewa yang menguasai atau mengatur surya atau matahari, dan diberi gelar "Bhatara". Menurut kepercayaan Hindu, Surya mengendarai kereta yang ditarik oleh 7 kuda. Ia memeiliki kusir bernama Aruna, saudara Garuda, putra Dewi Winata.
Surya memiliki tiga ratu; Saranyu (juga disebut Saraniya, Saranya, Sanjna, atau Sangya), Ragyi, dan Prabha. Saranyu adalah ibu dari Waiwaswata Manu (Manu ketujuh), dan si kembar Yama (dewa kematian) dan adiknya Yami. Dia juga melahirkan si kembar dikenal sebagai Aswin. Dewi Saranyu, karena tidak sanggup menyaksikan cahaya terang dari Surya, menciptakan tiruan dirinya yang bernama Chhayadan memerintahkan dia untuk bertindak sebagai istri Surya selama dia tidak ada. Chhaya memiliki dua putra dari Surya, Sawarni Manu (Manu kedelapan) dan Sani (dewa planet Saturnus), dan dua anak perempuan Tapti dan Vishti. Dewa Surya juga memiliki seorang putra, Rewanta, atau Raiwata, dari Dewi Ragyi.
Menariknya, dua putra Surya, Sani dan Yama bertanggung jawab untuk mengadili kehidupan manusia. Sani memberi hasil dari perbuatan seseorang melalui kehidupan seseorang melalui hukuman dan penghargaan yang sesuai, sementara Yama memberi hasil dari perbuatan seseorang setelah kematian. Dalam Ramayana, Surya disebutkan sebagai ayah dari Raja Sugriwa, yang membantu Rama dan Laksmana dalam mengalahkan raja Rahwana. Ia juga melatih Hanoman sebagai gurunya.
Dalam Mahabharata, Kunti menerima sebuah mantra dari seorang bijak, Durwasa; jika diucapkan, ia akan dapat memanggil setiap dewa dan melahirkan anak oleh dia. Percaya dengan kekuatan mantra ini, tanpa disadari Kunti telah memanggil Surya, tetapi ketika Surya muncul, ia akan takut dan permintaan dia untuk kembali. Namun, Surya memiliki kewajiban untuk memenuhi mantra sebelum kembali. Surya secara ajaib membuat Dewi Kunti untuk melahirkan anak, sementara mempertahankan keperawanannya sehingga ia, sebagai putri yang belum menikah, tidak perlu menghadapi rasa malu apapun atau menjadi sasaran pertanyaan dari masyarakat. Kunti merasa dipaksa untuk meninggalkan anak, Karna, yang tumbuh menjadi salah satu karakter sentral dalam perperangan besar dari Kurukshetra.

2.1.2.1 Siwa Raditya ( Surya) Hubungan dengan Stana-Stana Padmasana
Padmasana adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu. Simbol dari Padmasana menggambarkan tingkatan alam yaitu Tri Loka (bhur, bwah dan swah). Hal ini terlihat dari Bhedawang Nala dengan dua naga (Anantabhoga dan Basuki) melambangkan alam bawah (bhur loka), badannya (padma termasuk singhasana) melambangkan atmosfer bumi (bwah loka). Sedangkan swah loka tidak dilukiskan dalam wujud bangunan tetapi di dalam pesimpen pedagingan yang berwujud padma dan di dalam puja yang dilukiskan dengan “Om Padmasana ya namah dan Om Dewa Pratistha ya namah.”Padma dalam Bahasa Bali artinya bunga teratai, dan Sana artinya duduk. Dewa Siwa digambarkan sebagai Dewa yang duduk di atas bunga teratai.
Bunga teratai yang berhelai delapan tepat pula sebagai simbol delapan kemahakuasaan Sanghyang Widhi yang disebut Asta Aiswarya. Asta Aiswarya ini juga menguasai delapan penjuru mata angin. Keistimewaan bunga padma adalah: puncak atau mahkotanya bulat, daun bunganya delapan, tangkainya lurus, dan tumbuh hidup di tiga lapisan: lumpur, air, dan udara. Hal-hal ini memenuhi simbol unsur-unsur filsafat Ketuhanan atau Widhi Tattwa, yakni keyakinan, kejujuran, kesucian, keharuman, dan ketulusan. Dengan demikian Padmasana adalah simbol yang menggambarkan kedudukan Hyang Widhi sebagai bunga teratai, atau dapat juga dikatakan bahwa Padmasana sebagai tuntunan batin atau pusat konsentrasi. Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat menggambarkan kesucian dan keagungan Hyang Widhi.
Adapun stana-stana di Padmasana antara lain:
Stana Sanghyang Siwa Raditya.
 Dalam lontar Siwagama diuraikan bahwa Bhatara Siwa mempunyai murid-murid terdiri dari para dewa. Diantaranya ada murid yang paling pintar dan bisa meniru Siwa, murid ini adalah Bhatara Surya; oleh karena itu Bhatara Surya dianugrahi nama tambahan: Sanghyang Siwa Raditya dan berwenang sebagai wakil-Nya di dunia.
Stana Bhatara Guru.
Sebagai rasa hormat dan terima kasih Bhatara Surya atas anugerah yang diberikan, maka Siwa dipuja sebagai guru, dan selanjutnya Siwa dikenal juga sebagai Bhatara Guru.
Stana Bhatara Surya.
Bhatara Siwa acintya. Bila manusia ingin mengetahui kemahakuasaan Bhatara Siwa, lihatlah matahari karena mataharilah sebagai salah satu contoh asta aiswarya-Nya, karena kehidupan di dunia bersumber dari kekuatan energi matahari.
Stana Sanghyang Tri Purusa.
Dalam Wrhaspati Tattwa, Sanghyang Widhi dinyatakan sebagai Tri Purusa, yaitu: Parama-Siwa, Sadha-Siwa, dan Siwa. Parama-Siwa, adalah Sanghyang Widhi dalam keadaan niskala, tidak beraktivitas, tidak berawal, tidak berakhir, tenang, kekal abadi, dan memenuhi seluruh alam semesta.
Sadha-Siwa, adalah Sanghyang Widhi yang beraktivitas sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur. Siwa adalah Sanghyang Widhi yang utaprota sehingga nampak berwujud sebagai mahluk hidup.
Fungsi utama Padmasana adalah sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa. Di situlah Tuhan dipuja dalam fungsinya sebagai jiwa alam semesta (makrokosmos) dengan segala aspek kemahakuasaanya. Padmasana adalah niyasa atau simbol stana Hyang Widhi dengan berbagai sebutannya; Sanghyang Siwa Raditya (dalam manifestasi yang terlihat/dirasakan manusia sebagai matahari atau surya) dan Sanghyang Tri Purusa (dalam tiga manifestasi yang manunggal yaitu sebagai Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa). Di Pura Besakih ada Padmasana berjejer tiga, di situ di stanakan Parama Siwa (tengah), Sadasiwa (kanan) dan Sang Hyang Siwa (kiri).
Memperhatikan makna niyasa tersebut, jelaslah bahwa makna Padmasana adalah niyasa yang digunakan Hindu dari sekte Siwa Sidhanta karena sentral manifestasi Hyang Widhi yang menjadi pujaan utama adalah sebagai Siwa. Danghyang Nirartha yang mengembangkan bentuk niyasa Padmasana adalah pandita dari kelompok Hindu sekte Siwa Sidhanta. Sedangkan Padmasari dan Padmacapah dapat ditempatkan menyendiri yang berfungsi sebagai pengayatan atau penyawangan.



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Rudra sebagai manifestasi Siwa, bagian dari Dewata Nawa Sanga, dengan Siwa berada di tengah-tengah. Dalam pengider-ider, Rudra digambarkan bersenjata Moksala, wahananya kerbau, urip 3, warna orange, aksara suci Mang. Rudra dikenal sebagai dewa penyebab kematian, penyebab dan penyembuh penyakit. Rudra dipuja secara istimewa dengan doa-doa khusus untuk ‘menenangkan’ dan meredakan kemarahannya. Dari tubuh Rudra ini lahirlah sebelas putra Rudra. Badan Rudra yang berjumlah sebelas ini menurut kitab Wisnu Purana merupakan asal mula Eka Dasa Rudra. Kesebelas Rudras yang mengatur alam semesta (buana agung dan buana alit), diantaranya Kapali, pingala, Bima, Virupaksha, Vilohita, Shasta, Ajapada, Abhirbudhnya, Shambu, Chanda, dan Bhava. Umat Hindu di Bali, Pura Luhur Uluwatu berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra dan terletak di barat daya Pulau Bali. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi energi kepada ciptaannya.
Dewa Siwa memberikan anugerah kepada Dewa Surya dengan nama Sanghyang Siwa Raditya, karena beliau adalah murid dari Dewa Siwa yang pintar dari para dewa lainnya. Dewa Surya diberi tugas sebagai wakil dari Dewa Siwa untuk menyaksikan atau  sebagai saksi dalam setiap upacara-upacara yang dilaksanakan oleh umat manusia di dunia. Dalam Padmasana, stana-stana di Padmasana antara lain; Stana Sanghyang Siwa Raditya (atas anugerah dari Dewa Siwa kepada Dewa Surya), Stana Bhatara Guru (rasa hormat Dewa Surya kepada Dewa Siwa atas anugerah yang telah diberikan), Stana Bhatara Surya (untuk melihat kemahakuasaan Dewa Siwa maka lihatlah matahari) dan Stana Sanghyang Tri Purusa (Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar