2.1 Etika Kepemimpinan Gajah Mada
Untuk tercapainya suatu
tujuan, terlebih dahulu ditetapkan kriteria bagi seorang pemimpin. Menurut
Gajah Mada, seorang pemimpin harus memenuhi kriteria kepemimpinan itu (Tandes, 2007:14-16).
Kriteria ini ternyata sama dengan teori Hindu Kuno yang ditulis oleh Chandra
Prakash Bhambari dalam bukunya berjudul “Substance of Hindu Polity”. Kriteria
yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin adalah:
a. Abhikamika
: simpatik, berorientasi ke bawah, berpribadi luhur dan penuh disiplin.
b. Prajna
: bijaksana, cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta agama.
c. Utsaha
: proaktif, kreatif dan inovatif.
d. Atma
Sampad : punya integritas tinggi, bermoral luhur dan obyektif.
e. Sakya
Samanta : mampu mengawasi bawahan secara efektif dan efisien.
f. Aksuda
Parisakta : akomodatif, komunikatif, pandai berdiplomasi dan pintar menyerap
aspirasi bawahan.
Selanjutnya
agar enam kriteria termaksud di atas dapat dipenuhi, maka seorang pemimpin
harus diberi kesempatan untuk membangun atau meningkatkan kualitas dirinya,
dengan cara menerapkan sifat-sifat positif Pandawa Lima (Purwadi,
2006:206-207), yaitu:
a. Ngesti
Aji atau sifatYudistira : seorang pemimpin harus bijaksana dan mahir dalam
segala ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pengetahuan spiritual dan agama.
b. Ngesti
Giri atau sifat Bima : seorang pemimpin harus mempunyai iman yang kuat, teguh
dan tangguh dalam menegakkan kebenanaran serta tabah dan tegar menghadapi
segala rintangan.
c. Ngesti
Jaya atau sifat Arjuna : seorang pemimpin harus mampu menundukkan
musuh-musuhnya, termasuk musuh-musuh dalam dirinya sendiri.
d. Ngesti
Ngangga atau sifat Nakula : seorang pemimpin harus tangguh dan tanggap
menghadapi segala situasi dan kondisi serta bisa membawa diri, sehingga tidak
terjerumus ke dalam kehancuran.
e. Ngesti
Priyambada atau sifat Sadewa : seorang pemimpin harus mampu memberikan rasa
bahagia, tenteram dan damai lahir batin kepada bawahannya.
Demikianlah
manakala seorang pemimpin mampu menyerap dan melaksanakan kelima sifat-sifat
luhur Pandawa Lima itu, maka dia akan mampu menjadi pemimpin yang tangguh. Di
samping kriteria di atas, seorang pemimpin juga harus sanggup memenuhi
nilai-nilai etika dan moral yang patut diperhatikan dan dikembangkan dalam diri
seorang pemimpin, yaitu:
a. Sastratama
atau norma-norma tentang apa yang disebut baik dan tidak baik.
b. Bhuwanatama
atau kepekaan sosial yaitu nilai kebersamaan, empati dan kepedulian terhadap
masalah kemasyarakatan.
c. Susilatama
atau norma-norma tentang yang benar dan yang
salah.
Selanjutnya
Gajah Mada juga mengajarkan bagaimana seseorang semestinya mengambil dan
melaksanakan sebuah keputusan. Tehnik mengambil keputusan ini dinamakan
Pancatata Upaya (Tandes, 2007:18-19) dan ini terdiri atas :
a. Maya
Tata Upaya atau mengumpulkan data permasalahan yang belum jelas faktanya,
sehingga diperoleh informasi yang akurat.
b. Upeksa
Tata Upaya atau meneliti dan menganalisa secara mendalam semua informasi yang
diperoleh sebagai dasar mencari solusi.
c. Indrajala
Wyasa atau mengambil keputusan dengan membuat rumusan solusi pemecahan masalah.
d. Wikrama
Wyasa atau melaksanakan keputusan dengan sungguh-sungguh dalam kerangka
pencapaian tujuan.
e. Lokika
Wyasa atau menjaga objektivitas dalam pengambilan keputusan serta konsisten
dalam pelaksanaannya.
Lebih jauh lagi
Gajah Mada juga mengajarkan bagaimana semestinya seorang pemimpin itu berperan
dalam proses pelaksanaan program kerja. Caranya adalah dengan melaksanakan apa
yang dinamakan Pancatiti Dharmaning Prabhu, yaitu :
a. Handayani
Hanyakra Purana : seorang pemimpin senantiasa memberikan motivasi dan
kesempatan berkembang kepada bawahannya.
b. Madhya
Hanyakrabawa : seorang pemimpin harus selalu berada di tengah-tengah masyarakat
dan harus terlibat langsung dalam setiap proses pengambilan keputusan.
c. Ngarsa
Hanyakrabawa : seorang pemimpin harus menjadi contoh atau suri tauladan yang
bisa diikuti oleh bawahannya.
d. Ngarsa
Bala Wikara : seorang pemimpin harus menggunakan cara-cara yang cerdas, kreatif
dan inovatif dalam setiap pelaksanakan kegiatan.
e. Ngarsa
Dana Upaya : seorang pemimpin harus selalu berada pada barisan paling depan
dalam pengorbanan tenaga, waktu, materi, pikiran bahkan jiwa sekalipun.
2.2 Astadasa Kottamaning Prabhu
Kegemilangan,
kesuksesan dan kemampuan Gajah Mada dalam mempersatukan seluruh Nusantara tentu
amat menarik untuk dipelajari. Sejarah telah mencatat bahwa misteri sukses
Gajah Mada itu ternyata terletak pada kuatnya meyakini dan menjalankan
prinsip-prinsip kepemimpinan yang dinamakan Astadasa Kottamaning Prabhu atau
delapanbelas prinsip-prinsip utama kepemimpinan. Astadasa Kottamaning Prabhu
ini juga dinyatakan sebagai delapanbelas rahasia sukses pemimpin besar
Nusantara Gajah Mada, yang pada saat menjadi Patih Majapahit telah berhasil
menciptakan negara persatuan Nusantara. Secara garis besar, norma-norma
kepemimpinan Gajah Mada yang terdiri dari 18 (astadasa) prinsip itu dapat
diklasifikasikan dalam tiga dimensi (Tandes, 2007:27), yaitu:
a. Dimensi
Spiritual terdiri atas 3 prinsip.
b. Dimensi
Moral terdiri atas 6 prinsip.
c. Dimensi
Managerial terdiri atas 9 prinsip.
di bawah ini adalah penjelasannya
lebih lanjut.
A. Dimensi
Spritual
Dimensi
spiritual kepemimpinan Gajah Mada merupakan dimensi inti dari Astadasa
Kottamaning Prabhu. Dimensi ini membentuk kecerdasan spiritual seorang
pemimpin. Kecerdasan spiritual ini dapat diperoleh dengan menghayati dan
mengamalkan apa yang dinamakan Tri Hita Karana atau tiga penyebab kebahagiaan,
yakni adanya hubungan baik dengan Tuhan, hubungan baik antar sesama manusia dan
hubungan baik dengan lingkungan. Selanjutnya penghayatan dan pengamalan Tri
Hita Karana secara terus menerus akan dapat meningkatkan Tri Kaya Parisudha
seorang pemimpin : berpikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik.
Dengan semakin meningkatnya Tri Kaya Parisudha itu, maka kemampuan pengendalian
dirinya pun akan meningkat pula. Kesepuluh indriya (mata, telinga, hidung,
mulut, lidah, tangan, kelamin, anus, kulit dan kaki) atau dasendriyanya pun
akan dapat dikendalikan dengan baik.
Untuk
meningkatkan kualitas spiritualnya, Gajah Mada selalu mendidik dirinya dengan
menjalankan secara terus menerus apa yang dinamakan Sadguna Wiweka dengan
selalu berjuang memerangi Sad Ripu atau enam musuh utama yang ada dalam dirinya
(kama/nafsu, lobha/tamak, krodha/marah, moha/bingung, mada/mabuk dan
matsarya/irihati). Dengan menggembleng diri seperti itu, maka seorang pemimpin
akan mampu memancarkan tiga prinsip dimensi spiritual itu. Dimensi spiritual
kepemimpinan Gajah Mada terdiri atas tiga prinsip, yakni :
1. Wijaya
artinya tenang, sabar dan bijaksana. Seorang pemimpin hendaknya selalu sabar,
selalu tenang dan bijaksana dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Seorang
pemimpin karena itu harus pandai mengendalikan diri, mengendalikan pikiran, perkataan
dan perbuatan.
2. Masihi
Samasta Bhuwana atau harmonis dengan alam. Seorang pemimpin harus mengerti
bahwa alam semesta dengan segenap isinya ini adalah ciptaan Tuhan. Karena itu
alam semesta termasuk semua makhluk dan tumbuh-tumbuhan harus disayangi. Pemimpin
tidak boleh merusak alam sekitar dan tidak boleh menyakiti makhluk lain.
3. Prasaja
artinya sederhana. Seorang pemimpin tidak boleh hidup dengan penuh kemegahan
dan kemewahan, sebab hal itu bisa menyakiti hati rakyat. Pemimpin harus bisa
menjadi suri tauladan bagi seluruh rakyatnya agar hidup bersahaja, hidup
sederhana.
B. Dimensi
Moral
Dimensi moral
kepemimpinan Gajah Mada terdiri dari enam prinsip, yaitu :
1. Mantriwira
artinya seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan
keadilan tanpa terpengaruh oleh tekanan dari pihak lain. Menegakkan kebenaran
dan keadilan merupakan prinsip utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Tetapi memegang teguh prinsip Mantriwira ini memerlukan Kawiryan artinya
keberanian yang luar biasa dengan prinsip berani benar dan takut karena salah.
Hal ini hanya dapat dilakukan oleh seorang pemimpin yang mempunyai kualitas
Atma Sampad artinya mempunyai integritas tinggi dan moral yang luhur serta
obyektif dalam memandang segala sesuatu. Sedangkan Kawiryan hanya dapat
dimiliki oleh para pemimpin yang sudah mengisi diri dengan sifat luhur Ngesti
Giri artinya kuat imannya, teguh, tangguh dalam menegakkan kebenaran serta
tabah dan tegar dalam mengahadapi resiko.
2. Sarjawa
Upasama artinya seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong atau congkak dan tidak mentang-mentang karena
menjadi pemimpin atau janganlah sok kuasa. Jangan pula sewenang-wenang dengan
kekuasaan yang dimiliki. Seorang pemimpin hendaknya tidak berperilaku Adhigang
Adhigung Adhiguna, artinya bersandar kepada kekuatan, kekuasaan dan kepandaian.
Pemimpin yang sombong dan sok kuasa, tidak akan memperoleh simpati dari
bawahannya. Loyalitas yang mungkin diperolehnya akan bersifat semu. Seorang
pemimpin harus memahami bahwa antara pemimpin dan bawahan itu saling
membutuhkan, karena itu kedua pihak harus bersinergi untuk mencapai tujuan
bersama.
3. Tan
Satrsna artinya seorang pemimpin harus berdiri di atas semua golongan. Ia tidak
boleh memihak kepada salah satu pihak manpun juga. Ini berarti bahwa seorang
pemimpin tidak boleh pilih kasih. Seorang pemimpin harus mampu mengatasi segala
paham golongan dan harus dapat mempersatukannya menjadi satu potensi untuk
mengatasi masalah bersama, guna mensukseskan cita-cita bersama. Cara berpikir
dan bertindak seorang pemimpin hendaklah adil dan obyektif dan tidak memihak
pada kelompok tertentu. Dengan prinsip inilah Gajah Mada berhasil mempersatukan
Indonesia yang terdiri atas banyak pulau, banyak suku bangsa dan ras dengan
bahasa yang berbeda-beda pula, demikian pula dengan agama yang tidak sama.
Gajah Mada pun berhasil melaksanakan Bheda dan Danda. Bheda artinya memberikan
perlakuan yang sama dan adil untuk semua orang tanpa melihat aliran atau
golongannya. Danda artinya memberi hukuman secara adil kepada siapa saja yang
berbuat salah atau melanggar hukum tanpa pandang bulu.
4. Sumantri
artinya seorang pemimpin haruslah tegas, jujur, bersih dan berwibawa. Tegas
artinya mantap, tidak ragu, obyektif serta berlaku sama dan adil untuk semua
orang berdasarkan kebenaran, moral, etika dan hukum. Setiap keputusan juga
harus didasarkan kepada kriteria kebenaran, moral, etika dan hukum itu. Agar
bisa berbuat tegas, maka seorang pemimpin haruslah jujur dan bersih. Bersih
berarti berpikir, berkata dan berbuat sesuai dengan kebenaran, moral, etika dan
hukum. sikap yang tegas akan melahirkan Wibawa Sulaksana artinya memiliki
kewibawaan terhadap bawahan, sehingga setiap perintahnya dituruti dan
dilaksanakan serta semua rencananya dapat direalisir.
5. Sih
Samasta Bhuwana atau dicintai dan mencintai rakyat. Seorang pemimpin hendaknya
mencintai rakyatnya. Sebaliknya rakyatnya pun
akan mencintai pemimpinnya. Pemimpin yang pantas dicintai oleh rakyatnya
adalah pemimpin yang: Abhikamika artinya seorang pemimpin yang tampil simpatik,
berorientasi ke bawah dan mengutamakan rakyat banyak. Ngesti Priambada artinya
selalu memberikan rasa bahagia, tenteram dan damai lahir batin kepada masyarakat.
Kaprihatining Praja artinya mempunyai perasaan belas kasihan kepada bawahan dan
berusaha memperbaiki nasibnya.
6. Nagara
Gineng Pratijna artinya seorang pemimpin hendaknya mengutamakan kepentingan
negara dan bangsa daripada kepentingan pribadi, golongan ataupun keluarga.
Seorang pemimpin semestinya mencintai tanah air, negara dan bangsanya. Nagara
Gineng Pratijna inilah yang menjiwai Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara
ke dalam Negara Majapahit yang mencakup bukan saja Jawa dan Sumatra, tetapi
juga semenanjung Melayu, Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, Maluku, Papua, dan
lain-lain.
C. Dimensi
Managerial
Dimensi managerial kepemimpinan Gajah Mada
terdiri atas sembilan prinsip, yakni :
1. Matangguan
artinya raihlah kepercayaan masyarakat dan jagalah. Seorang pemimpin harus
mendapat kepercayaan dari masyarakatnya, kemudian kepercayaan itu harus dijaga,
sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
2. Satya
Bhakti Prabhu artinya seorang pemimpin harus loyal kepada kepentingan yang
lebih tinggi. Pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih
tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dann bangsa.
3. Wagmi
wak artinya seorang pemimpin haruslah menjadi komunikator yang baik. Pemimpin
harus mempunyai kemampuan untuk mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara
dengan tutur kata yang tertib dan sopan, serta mampu menggugah semangat
masyarakatnya.
4. Wicakseneng
Naya artinya untuk mencapai tujuan, seorang pemimpin perlu mengatur strategi yang
tepat. Strategi biasanya ditetapkan segera setelah kebijaksanaan ditentukan.
Pengaturan strategi itu diperlukan untuk dapat melawan musuh dengan baik.
5. Dhirotsaha
artinya seorang pemimpin harus bekerja dengan target yang jelas, terukur dan
berbatas waktu. Pemimpin adalah pengarah organisasi untuk mencapai tujuan
bersama. Seorang pemimpin dituntut untuk terus belajar member dan peduli kepada
organisasi, temen-teman, komunitas, masyarakat dan sesame umat manusia. Seorang
pemimpin harus memusatkan segala sumber daya diri yang dimilikinya untuk
mewujudkan cita-cita bersama.
6. Dibyacitta
artinya seorang pemimpin harus akomodatif dan aspiratif. Memimpin sebuah
organisasi merupakan sebuah kerja bersama yang melibatkan banyak orang.
Pemimpin harus mampu mengarahkan semua pihak dan terlibat dalam proses untuk
bekerja dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pemimpin harus mampu membuat
anggotanya merasa ikut memiliki, sehingga semua merasa bertanggung jawab atas
kesuksesan dan kegagalan.
7. Nayaken
Musuh artinya seorang pemimpin harus mampu menundukkan musuh-musuhnya baik yang ada di
dalam dirinya sendiri maupun yang datang dari luar. Musuh-musuh itu dapat
berupa kendala, rintangan atau hambatan bagi organisasi. Untuk musuh-musuh
dimaksud maka perlu diambil langkah-langkah berikut :
Pengendalian diri untuk
melihat apa kelemahan dan kekuatan kita, Pengenalan musuh itu sendiri, juga
untuk melihat apa kekuatan dan kelemahannya, Melakukan analisa atas kekuatan
dan kelemahan diri dengan kekuatan dan kelemahan musuh, Hasil analisanya
dipergunakan untuk merumuskan alternative strategi selanjutnya.
8. Ambek
Paramartha artinya seorang pemimpin hendaknya memusatkan perhatiannya kepada
sasaran atau target. Untuk itu seorang pemimpin harus pandai menentukan skala
prioritas, artinya mana yang perlu didahulukan. Skala prioritas perlu dibuat
karena pada hakekatnya seorang pemimpin mempunyai tugas untuk mengelola sumber daya : waktu, tenaga manusia,
semangat, ilmu pengetahuan dan modal yang jumlahnya serba terbatas. Seorang
pemimpin harus pandai menentikan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi
kesejahteraan dan kepentingan umum.
9. Waspada
Purwartha artinya seorang pemimpin organisasi harus selalu mengadakan evaluasi
dan perbaikan yang terus menerus. Dia juga harus mampu waspada dan mawas diri
guna melakukan perbaikan. Untuk keperluan perbaikan secara kontinyu, seorang
pemimpin hendaknya secara periodic mengadakan evaluasi, baik terhadap kinerja
maupun pencapain sasaran. Dan supaya dapat melakukan evaluasi dengan baik dan
benar, maka seorang pemimpin hendaknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkaitan dengan hal-hal yang dievaluasinya.
Demikianlah
Gajah Mada telah melaksanakan ajaran kepemimpinan Astadasa Kottamaning Prabhu
dengan seksama, yang kirannya perlu dijadikan panutan oleh pemimpin Umat Hindu.
Secara garis besar kaidah kepemimpinan Gajah Mada dapat diklasifikasikan
menjadi tiga dimensi yakni dimensi spiritual, dimensi moral dan dimensi
managerial. Dalam dimensi spiritual mencakup sikap atau perilaku sabar, tenang
dan bijaksana, kemudian hidup sederhana dan harmonis dengan alam semesta. Dalam
dimensi moral meliputi penegakan kebenaran dan keadilan, sikap rendah hati,
adil dan obyektif, dengan selalu tegas, jujur, bersih dan berwibawa, serta cinta
tanah air, bangsa dan negara. Sedangkan dalam dimensi managerial mencakup
berbagai hal seperti bekerja dengan sasaran dan strategi yang jelas dengan
berbatas waktu, selalu menjaga kepercayaan rakyat, menjaga komunikasi dengan
rakyat, pelaksanaan tugas yang terfokus kepada pencapaian tujuan dan diakhiri
dengan evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan.
2.3 Ajaran Kepemimpinan Menurut
Kitab Suci Hindu
Seorang
pemimpin, menurut kitab suci Hindu merupakan tokoh yang menerangi dan mencintai
sesama manusia, tidak membenci siapapun, dermawan, hidup di tengah-tengah warga
dan rakyatnya serta untuk menjaga kehormatan dan keselamatan bangsa.
Sifat-sifat seorang pemimpin adalah pemberani, mampu memperbaiki dan melindungi
kemakmuran masyarakat (Titib,1996:471).
Seorang pemimpin
tempatnya keberanian dan kebijaksanaan. Perhatikan bunyi kitab suci di bawah
ini :
Yasmad indrad
brhatahkim canem-rte
visvany-asmin
sambhrtadhi virya
jathare somrm
tanvi saho maho
haste vajram
sirsani kratum (Rgveda, II.16.2)
artinya :
Seluruh keberanian dipusatkan pada
Tuhan, di mana tanpa Tuhan dunia ini bukanlah
apa-apa. Tuhan adalah perwujudan dari kebahagiaan yang membawa energi
pada badan-Nya, kekuatan pada
tangan-Nya dan kebijaksanaan pada kepala-Nya.
Seorang pemimpin
harus mencintai semua umat manusia, sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci
berikut ini :
Janam janam
janyo nati manyate
visa a kseti
visyo visam visam (Rgveda, VIII.91.2)
artinya :
Pemimpin adalah seorang tokoh yang
bersikap ramah dan mencintai semua umat manusia, bersikap baik dan tidak
membenci siapun juga. Dia merupakan dermawan, melayani kebutuhan semua orang
dan selalu hidup di tengah-tengah rakyatnya.
Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki sifat yang cemerlang,
jaya dan berani, sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci berikut ini :
Agner bhrajasa
suryasya varcasa
indra
sya-indriyena (Yajurveda, X.17)
artinya :
Seorang pemimpin dinobatkan untuk
memperoleh sifat-sifat kedewataan yaitu sifat kecermelangan, kejayaan dan
keberanian Tuhan.
Seorang pemimpin
juga harus melindungi masyarakatnya dan tidak boleh merugikannya. Kitab suci
berikut ini menjelaskannya :
Accinnapatah pra
ja
anuviksasva
(Yajurveda, XIII.30)
artinya :
Seorang pemimpin hendaknya melindungi
masyarakat, di samping itu iapun tidak boleh merugikan rakyatnya.
Lebih lanjut
kitab suci Hindu menyatakan bahwa seorang pemimpin diciptakan untuk melindungai
rakyatnya, berikut dijelaskan :
Ksatraya
rajanyam (Yajurveda, XXX.5)
artinya :
Seorang pemimpin itu diciptakan untuk
melindungi rakyat.
Raksa ca no
maghonah pahi surin (Rgveda, I.54.11)
artinya :
Wahai para pemimpin, jadikanlah rakyatmu
sejahtera dan lindungilah juga para cendikiawan.
Sifat-Sifat
Pemimpin :
Seorang pemimpin
pada hakekatnya harus mempunyai sifat herois atau sifat kepahlawanan,
sifat-sifat baik untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dan menjadi tulang
punggung masyarakat. Hal ini dijelaskan dalam kitab suci berikut ini :
Atma ksatram uro
mama (Yajurveda, XX.7)
artinya :
Seorang pemimpin itu mempunyai
sifat kepahlawanan. Heroisme adalah jiwa
dan hati seorang pemimpin.
Bahukara
sreyaskara bhuyaskara ( Yajurveda, X.28)
artinya :
Wahai para pemimpin, engkau memperbaiki
dan meningkatkan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Prsthir me rastam
(Yajurveda, XX.8)
artinya :
Bangsa adalah tulang punggung para
pahlawanan.
Tugas-Tugas
Pemimpin :
Seorang pemimpin
itu sengaja dibentuk untuk mewujudkan kemakmuran dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Seorang pemimpin harus selalu mawas diri, mampu memajukan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dan bersikap ramah terhadap semuanya,
tetapi berlaku keras terhadap musuh-musuhnya. Seorang pemimpin juga harus mampu
mengangkat harkat dan martabat bangsanya, memiliki keteguhan dan kemantapan hati
dan selalu jujur (Titib, 1996:465). Perhatikanlah kitab suci Hindu berikut ini
:
Agnim
rayasposaya suprajastvaya
suviryaya
(Yajurveda, XIII.1)
artinya :
Seorang pemimpin itu dinobatkan untuk
menciptakan kemakmuran, melindungi warganya dan untuk bersikap sebagai
pahlawan.
Balaya sriyai
yasase abhisincami (Yajurveda, XX.3)
artinya :
Seorang pemimpin itu dilahirkan untuk
member kekuatan, kemakmmuran dan kemasyhuran kepada rakyatnya.
Iyam te rad
yantasi yamano
dhruvo-asi
dharunah
kryai tva ksemaya
tva
rayyai tva
posaya tva (Yajurveda, IX.22)
artinya :
Seorang pemimpin adalah pengawas negara,
dia selalu mawas diri, teguh hati dan sebagai pendukung negara. Rakyat mendekat
kepada pemimpin untuk tercapainya perkembangan pertanian, kesejahteraan dan kemakmuran.
Ugras ca bhimas
ca
dvantas ca
dhunis ca (Yajurveda, XXXIX, 39.7)
artinya :
Seorang pemimpin hendaknya ramah tamah,
kuat dan mampu mengalahkan musuh.
Sasahvan ca
abhiyugva ca viksipah (Yajurveda, XXXIX.7)
artinya :
Seorang pemimpin hendaknya selalu
Berjaya, bersikap menyerang dan menghancurkan musuh.
Ugram lohitena
mitram
sauvratyena
rudram
daurvratyena (Yajurveda, XXXIX.9)
artinya :
Seorang pemimpin harus dapat menundukkan
orang yang kejam, sedangkan teman-temannya harus diperlakukan dengan penuh
kasih sayang sedangkan para perusuh harus dibasmi.
Dhruvas
tisthavicacalih (Yajurveda, XII.11)
artinya :
Seorang pemimpin hendaknya selalu teguh
dan mantap.
Sementara itu
tugas-tugas lain seorang pemimpin dapat dijelaskan demikian (Somvir, 2005:111-112).
Pemimpin itu disimbolkan sebagai dewa dan semua rakyat adalah putra-putrinya,
sehingga seorang pemimpin harus memimpin tanpa diskriminasi. Pemimpin itu
melindungi rakyat dengan penuh rasa hormat, karena itu seorang pemimpin
dikatakan memberikan perlindungan sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci
berikut ini :
A tva gannastram
saha varcasodihi
pranvisam
patirekarat tvam vi raja
sarvastva rajanpradiso
hvayantupasadyoa
namasyo bhaveha
(Atharvaveda, 3.4.1)
artinya :
Wahai para pemimpin, datanglah dengan
cahaya, lindungilah rakyat dengan penuh kehormatan, hadirlah sebagai pemimpin
utama, seluruh penjuru memanggil dan minta perlindunganmu, raihlah kehormatan
dan pujaan itu.
Prajammrtasya
pipratah
pra yadbharanta
vanhayah
vipra rtasya
vahasa (Atharvaveda, 20.138.2)
artinya :
Bila seorang pemimpin selalu mengikuti
ajaran kebenaran dan dharma serta mencukupi kebutuhan rakyatnya, maka semua orang
bijaksana dan tokoh masyarakat akan mengikuti dan menyebarkan dharma.
Apratito jayati
dhanani
pratijanyanyuta
ya sajanya
avasyate yo
variyah krnoti
brahmane raja
tamavanti devah (Rgveda, 4.50.9)
artinya :
Seorang pemimpin yang tidak terkalahkan
melindungi rakyatnya dengan selalu minta perlindungan Tuhan, sebaliknya
rakyatpun akan selalu menghormati dan melindungi pemimpin tersebut
KESIMPULAN
Mahapatih
Gajah Mada dengan sumpah Palapanya berhasil mempersatukan nusantara. Ajaran
kepemimpinan Mahapatih Gajah Mada merupakan suatu ajaran untuk menjadi seorang
pemimpin yang baik yang bisa menjaga kesejahteraan, ketentraman dan kemakmuran
rakyatnya. Adapun ajaran kepemimpinan Gajah Mada diantaranya : etika
kepemimpinan Gajah Mada, menurut Gajah Mada ada tiga nilai etika dan moral yang
patut diperhatikan dan dikembangkan dalam diri seorang pemimpin, yaitu :
sastratama atau norma-norma, bhuwana atau kepekaan sosial dan susilatama atau
norma-norma tentang yang benar dan yang salah. Kemudian ajaran astadasa
kottamaning prabhu atau disebut juga delapanbelas prinsip-prinsip utama
kepemimpinan. Secara garis besar, norma-norma kepemimpinan Gajah Mada yang
terdiri dari delapanbelas prinsip itu dapat diklasifikasikan dalam tiga
dimensi, yaitu : dimensi spiritual terdiri atas tiga prinsip, dimensi moral
terdiri atas enam prinsip dan dimensi managerial terdiri atas sembilan prinsip.
Ajaran kepemimpinan juga tertuang dalam kitab suci Hindu yang mencakup fungsi,
sifat dan tugas seorang pemimpin seperti yang terdapat dalam kitab suci Rgveda,
Yajurveda dan Atharvaveda.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Purwadi,
M.Hum, Dr. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa.
Yogyakarta : Media Abadi.
2.
Somvir,
Dr. 2005. 108 Mutiara Veda II.
Denpasar : Panakom.
3.
Tandes,
Bhre. 2007. Astadasa Kottamaning
Prabhu-18 Rahasia Sukses Pemimpin Besar Nusantara Gajah Mada. Jakarta :
Gramedia.
4.
Titib,
I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman
Praktis Kehidupan. Surabaya : Paramita.
5.
Yamin,
Muhammad. 2005. Gajah Mada Pahlawan
Persatuan Nusantara. Jakarta : Balai Pustaka.